Jihad bareng KPK buat berantas korupsi di Indonesia
Pembuatan Pansus Hak Angket dilakukan DPR dianggap bakal memperlemah kinerja KPK ke depan. Kondisi ini membuat KPK banjir dukungan. Bahkan masyarakat diminta berjihad bersama lembaga antikorupsi tersebut untuk memberantas korupsi di Tanah Air.
Pembuatan Pansus Hak Angket dilakukan DPR dianggap bakal memperlemah kinerja KPK ke depan. Kondisi ini membuat KPK banjir dukungan. Bahkan masyarakat diminta berjihad bersama lembaga antikorupsi tersebut untuk memberantas korupsi di Tanah Air.
Komitmen itu diungkapkan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Aqil Said Siradj. Dia memastikan para masyarakat NU telah bersatu untuk berperang melawan korupsi bersama KPK. Terutama melawan serangan dari berbagai pihak dalam tindak pidana korupsi.
"NU sudah ada kesepakatan dengan KPK untuk mengadakan jihad melawan korupsi. Kami memberikan dukungan moral pada KPK yang sedang terdesak, sedang banyak dikelitikin banyak dianggap tidak perlu atau kurang berfungsi," kata Said di Gedung KPK, Selasa kemarin.
Dia menilai KPK sejauh ini masih diperlukan dalam upaya memberantas korupsi. Ini dikarenakan belum maksimalnya kinerja Kepolisian dan Kejaksaan. Sehingga menjadi alasan penting eksistensi KPK masih perlu dipertahankan.
Dukungan juga hadir dari para guru besar universitas seluruh Indonesia mengatasnamakan Guru Besar Antikorupsi. Mereka bahkan telah menemui Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki. Adapun guru besar tergabung, di antaranya Riris Sarumpaet dari Universitas Indonesia, Mayling Oey dari Universitas Indonesia, Asep Saefudin dari Institut Pertanian Bogor, dan Sulistiono dari Institut Pertanian Bogor.
Menurut Asep Saefudin, Guru Besar Antikorupsi menolak upaya pelemahan terhadap KPK melalui hak angket. KPK masih diperlukan untuk memberantas korupsi di Tanah Air.
"Kalau ada upaya-upaya untuk pelemahan KPK ya kami sebagai forum pendidik tentunya sangat tidak setuju. Karena apa? Korupsi ini kan penyakit kronis yang harus distop (dihentikan)," tegas Asep sebelum beraudiensi.
Asep menyayangkan sikap DPR yang masih melayangkan hak angket KPK. Jika hak angket ini tidak segera dihentikan, maka diyakini akan mencederai lembaga antirasuah tersebut.
"Yang kita pahami bahwa hak angket itu selain cacat kelembagaan, cacat prosedur dan juga cacat metodologi. Sehingga kalau diteruskan akan ada cacat hasil. Nah kalau sudah jelas cacat hasil, sebaiknya dari sekarang pun tidak perlu dilanjutkan," ujarnya.
Meski begitu, KPK juga tetap mendapat kritik. Ahli Hukum Tata Negara Prof Yusril Ihza Mahendra diundang Pansus Hak Angket KPK ke DPR. Yusril dibutuhkan untuk memberikan masukan dari aspek kelembagaan mengenai kedudukan KPK dalam struktur Ketatanegaraan RI.
Dalam pandangannya, lembaga antikorupsi itu dibentuk dari undang-undang (UU). Sehingga perlu dievaluasi sejauh mana KPK telah menjalankan aturan. Untuk itu DPR bisa memberi angket untuk mengetahui sejauh mana KPK menjalankan tugasnya.
"Kalau kita ketahui KPK dibentuk dengan UU sampai sejauh mana UU KPK itu telah dilaksanakan dalam ,praktik kalau DPR merasa perlu untuk melakukan angket, ya DPR bisa melakukan itu," ujar Yusril di Gedung KK-I DPR, Senayan, Senin pekan ini.
Dia menyarankan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan gugatan ke pengadilan jika tak menerima dengan dibentuknya Panitia Khusus (Pansus) Angket KPK.
"Saya sudah lama menyarankan itu ke KPK, kalau mereka tidak dapat menerima keputusan DPR untuk membentuk Pansus Angket yang menyelidiki KPK ini, mereka bisa melakukan perlawanan secara hukum, sebab ini merupakan suatu keputusan institusi yang tidak bisa batal demi hukum, tapi harus dibatalkan kalau sekiranya ada pihak yang mengatakan itu tidak sah," terangnya.