Kalemdikpol sebut polisi bermasalah hanya 0,01 persen dan itu biasa
Dia mengatakan, konsep pendidikan Polri sudah cukup bagus, terbuka dan tiap tahun mendapat ISO.
Kepala Lembaga Pendidikan Polri (Kalemdikpol), Komjen Pol Syafruddin menegaskan, ada 425 ribu anggota Polri di Indonesia. Dari jumlah itu ditemukan ada yang bermasalah tapi tidak sampai 0,01 persen dan itu hal biasa.
"Polisi yang bermasalah itu hanya oknum. Masih ada 425 ribu anggota Polri lain. Kalau hanya 0,01 persen yang bermasalah itu biasa," kata Komjen Pol Syafruddin dengan nada agak tinggi saat ditanya wartawan usai menanam bibit pohon bersama Kapolda Sulsel, Irjen Pol Pudji Hartanto Iskandar di halaman Masjid Al Markaz Al Islami, Makassar, Sabtu, (19/3).
Dia menegaskan, tidak ada korelasi antara polisi-polisi bermasalah seperti terjerat kasus narkoba, disersi, bunuh diri, dengan konsep pendidikan Polri. Menurutnya, konsep pendidikan sudah sangat maksimal.
Anggota Polri yang bermasalah, kata dia, adalah tanggung jawab pimpinannya masing-masing seperti Kapolda dan Kapolres.
"Begitu polisi diwisuda lalu ditempatkan di wilayah, di tempat tugasnya, di strukturnya dia, itu tanggung jawab pimpinan. Oleh karenanya pimpinan yang harus bertanggungjawab bukan lembaga pendidikan. Di kita sendiri, sudah maksimal sampai setiap tahun dapat label ISO (The International Organization for Standardization)," tandasnya.
Menurutnya, untuk menyikapi kasus polisi-polisi bermasalah, tidak berarti harus ada materi tambahan dalam proses perekrutan anggota polri maupun di lembaga pendidikannya karena semuanya sudah lengkap.
"Pemeriksaan sudah berlapis mulai dari daerah hingga pusat. Juga ada pemeriksaan kesehatan jiwa yang di instansi lain tidak ada. Hanya ada di Polri. Jadi gilanya polisi itu setelah dinas. Gilanya bukan sebelum masuk dan itu tanggung jawab pimpinannya," kata Syafruddin.
Lebih jauh dia mengatakan, konsep pendidikan Polri sudah cukup bagus, terbuka dan tiap tahun mendapat ISO (sistem managemen mutu).
"Yang terbaru tahun lalu dapat ISO 1915. Sistem rekruitmennya terbuka, bisa disaksikan pengawas eksternal, internal. Seperti di Sekolah Polisi Negara (SPN), sekolah bintara itu sangat terbuka, hasil psikotesnya dibuka sehingga satu sama lain bisa saling tahu," katanya.
Menurutnya, di lembaga pendidikan juga demikian, dosen-dosen pengajarnya bukan hanya dari pihak internal tapi juga eksternal. Yang internal hanya 25 persen, 75 persen lainnya pengajar dari pihak eksternal Polri.
"Jadi kalau soal rekruitmen tidak ada masalah juga di lembaga pendidikannya. Saya rasa lembaga yang terstruktur dan terbuka itu Polri," pungkasnya.