Keinginan Anak Anggota DPRD Bekasi Nikahi Korban yang Dia Perkosa Tak Bisa Dibenarkan
Menurut ICJR, hubungan seksual antara orang dewasa dengan anak-anak harus dikategorikan sebagai tindak pidana. Sekalipun ada narasi perbuatan itu dilakukan atas dasar suka sama suka. ICJR mengutip Pasal 81 Perpu 1 tahun 2016 jo Pasal 76D UU No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
AT (21) anak anggota DPRD Bekasi yang menjadi tersangka pemerkosaan remaja inisial PU (15) mengaku siap menikahi korban. Tersangka berdalih menyayangi korban dan ingin bertanggung jawab.
"AT mengaku sayang dan tulus sama PU. Ketika ditanya mau atau tidak dinikahkan, dia jawab bersedia. Karena (tersangka dan korban) saling sayang sebenarnya," kata kuasa hukum AT, Bambang Sunaryo, Rabu (26/5) lalu.
-
Apa yang ditemukan di Bekasi? Warga Bekasi digegerkan temuan kerangka manusia di sebuah lahan kosong. Polisi pun melakukan penyelidikan.
-
Kapan kerangka manusia ditemukan di Bekasi? Dia menjelaskan, kerangka manusia ditemukan di lahan Kosong Grand Wisata, Kampung Bulak Jambu, Tambun Selatan Kabupaten Bekasi pada pukul 17:00 WIB pada Rabu, 4 September 2024.
-
Dimana kerangka manusia ditemukan di Bekasi? Dia menjelaskan, kerangka manusia ditemukan di lahan Kosong Grand Wisata, Kampung Bulak Jambu, Tambun Selatan Kabupaten Bekasi pada pukul 17:00 WIB pada Rabu, 4 September 2024.
-
Siapa yang berjuang demi anak? “Pada awal kehidupan, orangtua tentu harus membesarkan anaknya, mengasuh, mengajari. Tapi, pada titik tertentu, orangtua justru harus mengajari anaknya kehidupan dengan melepaskan.”
-
Bagaimana proses budidaya bebek di Kampung Bebek? Budidaya bebek di sini dikerjakan mulai dari hulu ke hilir. Kami berdayakan warga desa. Kami menitipkan bebek untuk mereka pelihara, waktunya panen kita beli," jelas Nur Kholis, pelopor ternak bebek di Desa Kedungwungu pada Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani, yang berkunjung ke peternakannya saat program Bupati Ngantor di Desa tersebut, Kamis (16/11).
-
Siapa yang bergantian mengasuh anak? Di sinilah peran Irfan Bachdim sebagai suami terlihat jelas. Ia tak segan untuk bergantian menggendong anak bungsu mereka yang masih membutuhkan banyak perhatian, memberikan Jennifer ruang untuk fokus pada pekerjaannya.
Keinginan AT menikahi korban PU mendapat sorotan The Institute for Criminal Justice Reform (ICJR).
"Ide menikahkan korban dengan dalih menghindari dosa apalagi untuk meringankan hukuman jelas tidak dapat dibenarkan. Pelaku telah melakukan tindak pidana, yang merupakan urusan hukum publik, bukan ranah kekeluargaan atau keperdataan," kata ICJR dalam keterangan tertulis, Jumat (28/5).
ICJR meminta pihak kepolisian menelaah secara kritis. Menurut ICJR, hubungan seksual antara orang dewasa dengan anak-anak harus dikategorikan sebagai tindak pidana. Sekalipun ada narasi perbuatan itu dilakukan atas dasar suka sama suka. ICJR mengutip Pasal 81 Perpu 1 tahun 2016 jo Pasal 76D UU No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
"Perbuatan melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain juga dinyatakan sebagai tindak pidana, Dikarenakan korban berusia anak, maka tidak ada konsep persetujuan murni orang dibawah usia 18 tahun untuk melakukan hubungan seksual," terang dia.
Selain itu, jalan menikahkan anak korban dengan pelaku kekerasan seksual dalam hal ini perkosaan selain tidak sejalan dengan prinsip perlindungan hak anak juga bertentangan dengan komitmen pencegahan perkawinan anak. Sebagaimana pada Pasal 26 UU No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
"Telah secara jelas menyatakan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk mencegah terjadinya perkawinan anak," ucap dia.
Dalam UU ini juga telah dinyatakan bahwa anak korban kejahatan seksual memerlukan perlindungan khusus yang terdiri dari upaya: edukasi tentang kesehatan reproduksi, nilai agama, dan nilai kesusilaan; rehabilitasi sosial; pendampingan psikososial pada saat pengobatan sampai pemulihan; dan pemberian perlindungan dan pendampingan pada setiap tingkat pemeriksaan mulai dari penyidikan, penuntutan, sampai dengan pemeriksaan di sidang pengadilan.
"Menikahkan korban dan pelaku dengan konsekuensi korban harus terus hidup bersama orang yang melakukan kekerasan terhadapnya jelas bukan merupakan pemulihan," terang dia.
Untuk itu ICJR mengingatkan pada aparat penegak hukum yang menangani kasus ini menggunakan perspektif korban dan anak.
"Penyidik harus peka dengan orientasi tetap pada anak korban, bukan semata-mata narasi penyelesaian perkara dengan pernikahan yang dapat berdampak buruk pada anak," tandas dia.
Terpisah, pakar Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel, menilai meski pelaku berniat menikahi korban bukan berarti proses pidana yang dihadapinya menjadi gugur.
"Kalau memang perkosaan, baik dari sisi hukum maupun psikologis, patutlah diproses secara pidana," tegas Reza kepada Liputan6.com, Jumat (28/5).
Menurut Reza dari sisi hukum, karena dikunci sebagai pidana, maka tidak patut jika mereka dinikahkan. UU Perkawinan pun menetapkan 19 tahun sebagai batas usia minimal menikah.
Reza menekankan bahwa dari sisi hukum, dengan latar psikologis apa pun seks dengan anak tetap tak bisa dibenarkan. Seks dengan anak, dari kacamata UU Perlindungan Anak, tetap merupakan kejahatan.
"Secara positif, itu merupakan perlindungan ekstra bagi anak," tekannya.
Reporter: Ady Anugrahadi, Yopi Makdori
Sumber: Liputan6.com
Baca juga:
Pengakuan Anak Anggota DPRD Bekasi Indekos Bareng Korban dan Main Michat
Anak Terlibat Kasus Pemerkosaan: Anggota DPRD Bekasi Meminta Maaf ke Korban & Publik
Anggota DPRD Bekasi Serahkan Anaknya Tersangka Pemerkosaan ke Polisi
Kementerian PPPA Minta Anak Anggota DPRD Bekasi Tersangka Pemerkosaan Dihukum Kebiri
Anggota DPRD Bekasi Tak Tahu Keberadaan Anaknya yang Jadi Buronan Kasus Pemerkosaan
Anak Jadi Tersangka Pemerkosaan, Anggota DPRD Bekasi Ogah Dikaitkan