Keluarga berharap jenazah Imam segera dipulangkan ke Magelang
Imam termasuk salah satu korban meninggal dalam kecelakaan kapal tongkang di perairan Serawak, Malaysia. Keluarga ingin jenazah Imam segera dibawa pulang untuk dimakamkan secara layak.
Imam Widiyanto (27) warga Dusun Dawung, Desa Banjarnegoro, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah menjadi salah satu korban kecelakaan kapal tongkang di perairan Serawak, Malaysia. Sampai saat ini jenazah korban masih berada di negeri jiran.
Widi Khoirul Umam, adik kandung almarhum mengungkapkan keluarga bersedih saat menerima kabar bahwa Imam meninggal saat bertugas, Sabtu (1/4). Kabar duka disampaikan Ketua RT setempat. Imam bekerja sebagai ABK sejak tiga bulan lalu.
"Pak RT yang memberikan kabar kepada kami kalau kakak saya meninggal karena kapal tempat dia bekerja tabrakan dan meledak. Pak RT dapat informasi dari teman kakak saya dan dari agen penyalur tenaga kerja," ungkapnya kepada merdeka.com, Rabu (5/4).
Keluarga ingin jenazah Imam segera dibawa pulang untuk dimakamkan secara layak. Namun hal itu belum juga terwujud lantaran masih menunggu proses administrasi rampung.
Widi menjelaskan, kakaknya merupakan putra sulung dari tiga bersaudara pasangan Waris Widodo (54) dan Wiji Sukartinah (51). Setelah lulus SMP Muhammadiyah Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang kemudian bekerja serabutan di Magelang.
Widi bercerita, awalnya Imam berangkat ke Malaysia bekerja di pabrik. Dua tahun kemudian pindah ke kapal pencari ikan. "Baru tiga bulan lalu kakak saya pindah bekerja di kapal tongkang di Perairan Sarawak," ceritanya.
Wiji Sukartinah (51) ibu kandung almarhum mengungkapkan, setelah adanya kabar itu keluarga mencoba menghubungi telepon selular Imam, namun membuahkan hasil.
Wiji mengaku terakhir berkomunikasi dengan anaknya tanggal 19 Maret 2017. Saat itu tidak ada firasat apapun. Perbincangan ibu dan anak itu juga wajar.
"Kami tidak ada firasat apa pun saat itu. Ngobrol biasa saja, saling menanyakan kabar, pekerjaan, dan sebagainya. Saya sempat minta dia pulang karena sudah tiga tahun belum pulang. Tapi dia tidak mau karena katanya sudah cocok dengan pekerjaannya saat ini," ungkap Wiji.
Wiji sangat berkeinginan jenazah anak tercintanya segera dipulangkan. Bahkan dia rela tidak lagi menerima asuransi seperti yang dijanjikan oleh agen tenaga kerja, jika jenazah Imam diotopsi. Sejak pertama menerima kabar, sampai kini setiap malam keluarganya menggelar doa bersama untuk almarhum Imam.
"Tidak dapat asuransi mboten nopo-nopo (tidak apa-apa). Yang penting anak e kulo jenazahe dikundurke (anak saya jenazahnya yang penting dipulangkan)," tuturnya.
Wiji menambahkan, selama bekerja anaknya menjadi salah satu tulang punggung keluarga. Setiap bulan kirim uang untuk membiayai sekolah adik-adiknya.
"Semasa hidup anak saya itu suka membantu keluarga, ikut membiayai sekolah adik-adiknya," pungkas Wiji.