Kemendagri: Sesuai aturan Atut harus tempati rumah dinas
Ratu Atut dinilai melanggar azas kepantasan, kepatutan dan rasionalitas.
Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah menolak menempati rumah dinas yang telah disediakan negara. Dia lebih memilih tinggal di rumah sendiri dan menerima uang sewa Rp 250 juta per tahun dari APBD sebagai uang sewa.
Terhadap hal itu Kemendagri akan mengecek kebenarannya. "Itu versi media, akan kita cek dulu ke Sekda Banten. Benar tidak Pemprov Banten menyewa, dan apakah Gubernur Banten menerima uangnya atau tidak?" ujar Jubir Kemendagri Redoynizar Moeloek kepada merdeka.com melalui sambungan telepon, Kamis (4/4).
Menurut Redoynizar, berdasarkan PP Nomor 109 Tahun 2000 tentang Rumah Dinas, Ratu Atut sebagai Gubernur seharusnya menempati rumah dinas. Bila tidak ditempati karena satu dan lain hal maka harus diberikan alasannya.
"Jadi aturannya rumah dinas itu wajib ditempati, tetapi bisa saja tidak ditempati karena misalnya sedang renovasi atau karena suatu hal lainnya, tetapi itu harus dijelaskan alasannya," ujarnya.
Bagaimana jika benar Ratu Atut tidak menempati rumah dinas dan malah menyewa rumah pribadinya seharga Rp 250 per tahun, apakah ada sanksinya?
"Itu melanggar peraturan dalam PP tersebut artinya melanggar azas kepantasan, kepatutan dan rasionalitas. Soal sanksi biar masyarakat dan DPRD setempat yang menilai," imbuhnya.
Seperti diketahui, Atut mendapat fasilitas rumah dinas yang berada di belakang pendopo kantor gubernur Banten di Jalan Brigjen KH Syamun Nomor 5, Kota Serang. Namun, rumah itu sama sekali belum pernah dihuni.
Justru, Pemprov Banten mengalokasikan anggaran senilai Rp 250 juta per tahun untuk menyewa rumah pribadi Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah di Jalan Bhayangkara nomor 51, Kecamatan Cipocok Jaya, Kota Serang.