Kibarkan bendera di atas kapal, ABK serukan 'Nenek moyangku seorang pelaut'
Upacara yang dilakukan secara spontan ini, lanjut Lukman, berlangsung begitu natural, apa adanya. Karena tanpa persiapan, para ABK yang mengikuti upacara-pun, hanya mengenakan pakaian apa adanya.
Meski dilakukan di atas kapal, upacara HUT RI ke 72 yang digelar puluhan Anak Buah Kapal (ABK) di Pelabuhan Rakyat, Tanjung Perak Surabaya, Jawa Timur berjalan khidmat. Sang Saka Merah Putih pun berkibar gagah di atas Kapal Pinisi yang tengah sandar, Kamis (17/8) pagi.
Ketua Masyarakat Maritim Jawa Timur, Lukman Ladjoni mengatakan, makna dari upacara di atas kapal rakyat ini, bahwa orang-orang maritim dari berbagai suku dan daerah di Indonesia yang tengah sandar di Surabaya ini masih eksis.
"Selain untuk memperingati HUT Kemerdekaan RI yang 72, kami juga ingin menunjukkan bahwa orang-orang maritim yang kapalnya sandar di Pelabuhan Rakyat ini masih eksis, meskipun tidak lagi diperhatikan pemerintah," kata Lukman.
Saat Bendera Merah Putih dikibarkan di atas tiang posisi oleh beberapa ABK, semua yang berada di dermaga dan di atas kapal-kapal yang tengah sandar, tertuju pada satu arah. Mata mereka terpusat pada kapal yang dijadikan lokasi pengibaran bendera.
Ketika bendera mulai dikibarkan di atas Kapal Pinisi, di antara para ABK, ada yang hormat di atas dek kapal, dari warung kopi yang ada dermaga, dan dari truk-truk di sepanjang dermaga. Mereka juga, dengan posisi tangan memberi hormat kepada Sang Saka Merah Putih, secara serentak menyanyikan lagu Indonesia Raya dengan cukup khidmat.
"Para ABK ini berasal dari berbagai macam suku. Ada yang menunjukkan sifat kedaerahannya seperti dari Bugis yang memakai songkok daerah. Ada dari Madura yang memakai sarung dislempangkan ke badan," ucap Lukman.
Upacara yang dilakukan secara spontan ini, lanjut Lukman, berlangsung begitu natural, apa adanya. Karena tanpa persiapan, para ABK yang mengikuti upacara-pun, hanya mengenakan pakaian apa adanya.
Mereka, ada yang hanya mengenakan celana pendek seperti saat sedang bekerja. Ada juga yang hanya sekadar memakai sarung, tanpa mengenakan sandal. "Nenek moyang orang-orang maritim inilah yang dulu pernah jaya mempersatukan Nusantara melalui jalur laut. Ingat semboyan kita, Nenek Moyangku seorang pelaut," tandas Lukman.