Kisah Inspiratif Mangku Sitepoe, Dokter Bertarif Rp10 Ribu yang Layak Dicontoh
Apa yang dilakukan dr Mangku bisa menjadi inspirasi bagi orang lain. Karena dia mengobati pasiennya tanpa mengharapkan keuntungan sama sekali.
Kisah inspirasi hadir dari seorang dokter bernama Mangku Sitepoe. Jika kebanyakan dokter dibayar tinggi untuk mengobati pasien, hal berbeda justru terjadi pada dr Mangku. Dia dengan suka rela bekerja tanpa menerima imbalan sama sekali.
Dr Mangku berpraktik di klinik Santo Yohanes Penginjil di Jalan Sambas, Kebayoran Baru. Selama 24 tahun, dia bekerja tidak digaji dari uang pasien.
-
Apa yang membuat kisah ini menjadi inspiratif? Kisah anak sopir berhasil lolos seleksi anggota Polri ini sontak mencuri perhatian publik.
-
Siapa yang menginspirasi dengan kisahnya? Perempuan 22 tahun itu baru saja mengikuti program Singapore-Indonesia Youth Leaders Exhange Program (SIYLEP). Dia didapuk menjadi Duta Pemuda Indonesia 2023 dan mewakili Provinsi Banten di Program Pertukaran Pemuda Antar Negara (PPAN) yang diselenggarakan oleh Kemenpora RI. Kisahnya turut menginspirasi. Banten provinsi wisata dan budaya Disampaikan Sheila, dirinya bersama 34 perwakilan dari berbagai daerah di Indonesia lainnya bertandang ke Singapura selama lima hari.SIEYLAP sendiri mengusung tema pariwisata yang dikenalkan secara maksimal oleh dirinya. "Sekaligus memperkenalkan tentang Banten dan mengenalkan potensi wisata Banten kepada delegasi Singapura.
-
Apa itu inspirasi? Inspirasi adalah tindakan atau kekuatan untuk melatih pengaruh yang mengangkat atau menstimulasi kecerdasan atau emosi.
-
Siapa yang menginspirasi Pak Sudanto untuk menjadi dokter? Sementara sang ibu berharap Sudanto bisa menjadi dokter. Demi mewujudkan harapan sang ibu, Sudanto pun daftar dan diterima jadi mahasiswa Kedokteran UGM.
-
Dimana konsentrasi dokter spesialis di Indonesia? Dia mengatakan 59 persen dokter spesialis terkonsentrasi di Pulau Jawa. "Rata-rata semuanya dokter spesialis pada di Jawa dan di kota. 59 persen dokter spesialis itu terkonsentrasi di Pulau Jawa, 59 persen," ujarnya.
-
Kenapa dr. Soebandi gugur? Mengutip situs Begandring, dokter tentara sekaligus wakil komandan Divisi Damarwulan ini gugur ditembak tentara Belanda dalam sebuah penyergapan di Desa Karang Kedawung, Jember pada 8 Februari 1949.
Apa yang dilakukan dr Mangku bisa menjadi inspirasi bagi orang lain. Karena dia mengobati pasiennya tanpa mengharapkan keuntungan sama sekali. Berikut ini kisah inspirasi dan kesederhanaan dr Mangku yang layak dicontoh:
Memberi Pengobatan Gratis
Dokter Mangku Sitepoe bercerita awal mula berdirinya Klinik Pratama Bhakti Sosial Kesehatan Santo Tarsisius. Berawal dari tahun 1995, dia bersama empat rekannya, Iwan Darmansyah seorang farmakolog lulusan Universitas Indonesia, Pastor Bertens Guru Besar fakultas kedokteran Atmajaya Jakarta, Gunawan pengusaha dari Semarang, Wijanarko bekas Staf Pribadi Presiden Soekarno, melakukan kegiatan sosial berupa pengobatan gratis.
Dalam rapat evaluasi, satu rekan Mangku bernama Iwan Darmansyah menilai kegiatan sosial akan terasa jika dilakukan secara berkesinambungan. Sementara kegiatan pengobatan gratis yang dilakukan mereka dirasa tidak seperti yang dia harapkan.
"Kalau berobat gratis sekadar kasih obat. Bagaimana seterusnya, orang yang sakit saat kita tidak lakukan kegiatan (tidak bisa berobat)?" kata Mangku.
Yayasan gereja tempat Mangku dan empat kawannya kemudian memfasilitasi bangunan untuk dijadikan klinik di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. September, 1995, klinik pertama pun beroperasi. Mangku mengatakan tidak ada tarif kepada pasien saat klinik pertama beroperasi. Segala keperluan klinik mulai dari obat-obatan, kursi, meja, dibeli dengan uang pribadi mereka dan para donatur.
Saat itu, Mangku mengingat, sedikitnya ratusan pasien datang ke klinik. Jumlah itu membuat Mangku dan beberapa rekannya kewalahan. Namun, mereka tak mau lelah karena kembali ingat tujuan mendirikan klinik.
Memasang Tarif Rp 10.000
Setelah melakukan pengobatan gratis, kemudian pada tahun 2003 diberlakukan tarif sebesar Rp2.500 bagi pasien yang ingin berobat. Kebijakan ini dikeluarkan karena adanya informasi bahwa sejumlah pasien nakal menjual kembali obat-obatan dari hasil berobat mereka di klinik.
"Uang Rp2.500 itu sama sekali bukan untuk kami," kata dr Mangku Sitepoe.
Tahun berjalan, jumlah pasien pasang surut. Jika per tahun Mangku menangani ratusan pasien setiap kali praktik, belakangan jumlah pasien terus menurun. Tepatnya saat BPJS dilakukan secara nasional.
"Rata-rata tinggal 75 pasien per praktik," kata Mangku sembari menerka.
Perubahan jumlah pasien juga berlaku dengan perubahan tarif. Selama 2003 hingga 2015, mengambil kebijakan menaikkan tarif bagi pasien yakni Rp10.000. Kalaupun pasien tak sanggup membayar, tak apa. Toh, berapa pun tarifnya mereka tidak digaji dari uang tersebut.
Tidak Mengambil Keuntungan
Selama praktik dr Mangku bersama kawan-kawannya memang sengaja tidak mengambil keuntungan apa pun dari praktik mereka demi rasa sosial, alturism.
Lagi pula, finansial dr Mangku dan rekan-rekannya tidak akan kekurangan karena tetap punya penghasilan di luar praktik klinik yang saat ini sudah berkembang menjadi St Yohanes Penginjil dan Tarsisius. Selain itu, ia dan rekan-rekannya tidak setiap hari praktik di klinik.
Dia pun bertekad tidak akan 'pensiun' berpraktik membantu mengobati masyarakat tidak mampu meski hanya tersisa ia dan satu rekannya, Pastor Bertens yang masih hidup.
(mdk/dan)