Kisah naskah proklamasi RI yang nyaris dibuang ke tempat sampah
Jika tak ada BM Diah, entah bagaimana nasib dokumen yang sangat bersejarah tersebut.
Genap sudah Indonesia berumur 69 tahun setelah menyatakan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945 silam. Banyak sekali kisah terpendam yang mulai terlupakan.
Jatuhnya bom atom di kota Hiroshima dan Nagasaki pada tanggal 6 dan 9 Agustus mendesak Jepang menyerah pada sekutu.
Pasca kejadian tersebut, Soekarno, Hatta dan Radjiman yang merupakan ketua BPUPKI pun dipanggil oleh Marsekal Terauchi ke Dalat, Vietnam untuk memberikan kemerdekaan yang sudah dijanjikan dan membentuk Panitia Pelaksana Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau Dokuritsu Junbi Inkai. Namun, Jepang tidak akan memberikan kemerdekaan semulus itu lantaran pihak yang kalah perang harus memberikan daerah kekuasaannya kepada sekutu.
Setelah mendarat di Indonesia, ketiga tokoh tersebut pun langsung bertolak ke rumah Laksamana Maeda yang merupakan petinggi militer Jepang di Indonesia. Disana mereka membicarakan tentang kemerdekaan yang dibicarakan Marsekal Terauchi.
Melihat adanya sesuatu yang tidak beres, para kaum muda seperti Wikana dan Chaerul Saleh membawa Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok untuk memaksa mereka memproklamirkan kemerdekaan. Setelah diskusi panjang berlangsung Soekarno dan Hatta pun meminta bantuan Laksamana Maeda untuk memfasilitasi tempat pembuatan naskah proklamasi.
Di sini ternyata naskah asli teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang ditulis tangan oleh Bung Karno dan didikte oleh Bung Hatta, ternyata sempat nyaris dibuang.
Untungnya naskah tersebut diselamatkan oleh BM Diah, seorang putera asal Aceh yang juga tokoh pers, pejuang kemerdekaan, diplomat, dan pengusaha Indonesia.
Tentu kita bertanya bagaimana bisa dokumen penting negara yang merupakan fakta historis itu bisa ada di tangan Diah. Menurut berbagai sumber, Diah menemukan naskah proklamasi tulisan tangan Soekarno tersebut di keranjang sampah di Rumah Laksamana Maeda, 17 Agustus 1945 dini hari, setelah disalin dengan mesin tik oleh Sayuti Melik.
Takut akan dibuang kembali, Diah pun menyimpan naskah asli proklamasi itu selama 49 tahun lamanya sebelum akhirnya diserahkan ke pemerintah pada tanggal 29 Mei 1992.
Tragedi pembuangan naskah proklamasi tulisan tangan Soekarno ini pun dibenarkan oleh seorang yang mengaku bekas tentara buatan Jepang, pembela tanah air (PETA) bernama Andaryoko.
Andaryoko menuturkan kisah pembuangan naskah proklamasi dalam versi lainnya. Menurutnya, tragedi berawal ketika naskah proklamasi tersebut ditulis oleh Bung Karno sekitar pukul 04.00 WIB, 17 Agustus 1945. Setelah selesai, Bung Karno kemudian memberikan naskah itu kepada para pemuda yang berkumpul di rumahnya, Jalan Pegangsaan Timur No 56. Naskah itu selanjutnya diketik oleh Sayuti Melik.
Setelah usai diketik oleh Sayuti Melik, Andaryoko menceritakan bahwa naskah tersebut nyaris dibuang oleh Sayuti Melik dan dibuang karena dianggap tidak dibutuhkan lagi.
Setelah ditunjukkan naskah proklamasi hasil ketikan Sayuti Melik, usai mandi, Bung Karno bertanya soal naskah aslinya.
Setelah ditanyakan tentang keberadaan naskah aslinya, Andaryoko menceritakan bahwa Sayuti Melik langsung mencari kertas tulisan tangan Soekarno dan menyetrikanya agar bisa utuh seperti semula.
Saat ini naskah asli tersebut berada di Arsip Nasional. Jika tak diselamatkan, entah apa yang terjadi dengan dokumen bersejarah tersebut.