Kisah Pedagang Sembako Asal Sumbar Lolos dari Maut Kerusuhan Wamena
Kesaksiannya sejumlah warga asli Wamena berusaha menghalangi perusuh membakar kios-kios di pasar. Namun tidak membuahkan hasil karena jumlah mereka kalah banyak jika dibandingkan dengan jumlah perusuh.
Seorang pedagang asal Sumatera Barat (Sumbar) menyatakan tetap ingin kembali ke Wamena meski kiosnya sudah terbakar saat kerusuhan meletus di ibu kota Kabupaten Jayawijaya, Papua, tersebut pada 23 September 2019. Pedagang ini merasa sudah nyaman dengan lingkungan di Wamena.
"Karena di sana terasa enak berusaha dan bisa berbaur antar sesama, kalau pelaku kerusuhan sekarang ini kan datang dari luar," kata Defrizul (45) di Padang, Jumat (4/10).
-
Kapan Luweng Wareng terbentuk? Gua ini terbentuk ribuan tahun lalu akibat proses geologi amblasnya tanah dan vegetasi yang ada di atasnya ke dasar bumi.
-
Kapan Wibowo Wirjodiprodjo meninggal? Di akhir hidupnya, Ari dan Ira Wibowo menceritakan bahwa sang ayah pergi dengan tenang, tanpa rasa sakit, dan dikelilingi oleh keluarga tercinta.
-
Apa kesulitan yang dialami ibu Persit di Wamena? Kesulitan Menyalakan Kompor Ibu Persit yang tidak diketahui namanya itu sempat kesulitan menyalakan kompor minyak tanah yang sedikit rumit dibandingkan dengan kompor gas. Beberapa kali api yang sudah dinyalakan harus mati, sehingga ia harus menyalakan api berkali-kali.
-
Kapan Masjid Raya Sumatra Barat diresmikan? Awal pembangunan masjid ini ditandai dengan peletakan batu pertama pada 21 Desember 2007 silam.
-
Siapa yang kesulitan menyalakan kompor minyak tanah di Wamena? Ibu Persit yang tidak diketahui namanya itu sempat kesulitan menyalakan kompor minyak tanah yang sedikit rumit dibandingkan dengan kompor gas. Beberapa kali api yang sudah dinyalakan harus mati, sehingga ia harus menyalakan api berkali-kali.
-
Di mana ibu Persit ini tinggal di Wamena? “Nah yang uniknya juga di Wamena adalah kompor minyak tanah. Jadi di rumah dinas pak Gading masih pakai kompor minyak tanah guys. Tapi katanya ada juga yang sudah pakai kompor listrik dan kompor gas. Tapi harga gas di Wamena itu lumayan tinggi,” kata ibu Persit tersebut.
Kios Defrizul di Pasar Misi terbakar saat kerusuhan meliputi Wamena. Dia tidak sempat menyelamatkan harta benda saat kerusuhan terjadi.
"Saat itu saya sedang berada di kios, lalu pelaku kerusuhan datang secara tiba-tiba pada Senin sekitar pukul 08.30 WIT," kata
Dia menuturkan, saat itu suasana berubah menjadi tegang karena perusuh datang dan melemparkan batu dan bom Molotov ke arah deretan kios di Pasar Misi. Serangan itu membuat sejumlah kios terbakar.
Dia menceritakan, sejumlah warga asli Wamena berusaha menghalangi perusuh membakar kios-kios di pasar. Namun tidak membuahkan hasil karena jumlah mereka kalah banyak jika dibandingkan dengan jumlah perusuh.
"Sejumlah kios mulai terbakar, dan saya bersembunyi ke belakang tanpa menutup kios. Tidak ada yang bisa diselamatkan selain pakaian di badan dan anak-istri," kata dia. Seperti diberitakan Antara.
Setelah sekitar satu jam bersembunyi, ada personel TNI datang dan mengevakuasi keluarga Defrizul dan ratusan warga lain ke markas Kodim 1702/Jayawijaya di Wamena.
"Jika petugas terlambat sedikit saja saat itu, entah bagaimana nasib saya dan para pedagang lain," katanya.
Sudah 19 Tahun Merantau
Defrizul merantau ke Wamena sejak tahun 2000. Di sana, ia berdagang bahan pangan pokok dan barang kebutuhan sehari-hari.
Meskipun kiosnya terbakar, Defrizul bersyukur istri dan satu anaknya selamat dari kerusuhan yang terjadi di Wamena dan bisa pulang ke Sumatera Barat.
Defrizul bersama istrinya, Puspita Mujiastuti (30), dan seorang anaknya menginjakkan kaki di Sumatera Barat pada Kamis malam (3/10). Mereka ada di antara 50 perantau Sumbar yang mendarat di Bandara Internasional Minangkabau, Padang Pariaman, pukul 20.40 WIB.
Keluarga Defrizul memutuskan kembali ke Sumatera Barat untuk sementara waktu demi keamanan. Mereka berencana kembali ke Wamena setelah daerah itu aman.
(mdk/gil)