Kisah penerjunan Operasi Naga merebut Irian Barat dari Belanda
Ini cerita heroik penerjun payung yang salah mendarat saat Indonesia tengah menggelar kampanye militer Trikora.
Belasan anggota pasukan elite TNI dan tentara Malaysia nyasar saat terjun payung. Mereka tertiup angin dengan kecepatan 60 km/jam hingga terbawa jauh dari lokasi pendaratan. Seharusnya pasukan ini mendarat di Lapangan Benteng, Medan. Tetapi ada yang mendarat di mal, rel kereta api hingga jalan raya, Rabu (12/6) kemarin.
Terjun payung memang bukan perkara mudah. Apalagi saat cuaca buruk di medan perang. Karena itu pasukan payung dikenal sebagai pasukan elite. Risiko salah mendarat, ditembaki musuh, hingga payung tak terbuka selalu mengintai penerjun.
Ada kisah heroik soal penerjun payung yang salah mendarat. Saat itu Indonesia tengah menggelar kampanye militer Tri Komando Rakyat (Trikora) untuk merebut Irian Barat. Operasi Naga digelar untuk merebut Merauke, dengan kekuatan 200 prajurit dari RPKAD dan Batalyon Raiders 530. Dua-duanya satuan terbaik milik TNI. Operasi ini dipimpin Kapten Benny Moerdani, dari RPKAD.
Dalam penerjunan ini ikut pula dr Ben Mboi. Kehadiran Ben Mboi sangat istimewa. Dia adalah dokter sukarelawan TNI dan satu-satunya sarjana yang ikut dalam operasi Trikora. Ben ikut terjun bersama para pasukan payung di belantara Papua.
Dalam buku 'Biografi Ben Mboi -Dokter, Memoar Prajurit, Pamong Praja', dia melukiskan penerjunan tersebut. Pukul 03.00 dini hari, 24 Juni 1962, Ben melompat dari perut pesawat C-130 Hercules di atas belantara Papua. Misinya menyerbu Merauke.
Mereka mendarat bukan di tanah, tetapi di puncak-puncak pohon yang tingginya 20 meter. Untung ada tali yang khusus dibawa sehingga prajurit dapat turun.
Ben terpisah dari induk pasukan. Dia menemukan 8 orang rekannya. Sementara seorang lagi hilang. Mulailah petualangannya di belantara Papua. Mereka menyadari mendarat sebelah barat sungai Moro. Seharusnya di sebelah Timur. Rapatnya hutan dan lebar sungai sangat jauh dengan yang ada di Jawa.
"Kami meneruskan perjalanan menuju tepi barat Kali Maro. Kami kaget bukan main, karena sungai ini begitu lebar, mungkin 2-3 km lebarnya," kata Ben Mboi.
Mereka menelusuri hutan hampir satu bulan lamanya. Beberapa kali mereka bertemu penduduk setempat. Ada yang membantu, ada juga yang berkhianat dan malah melapor pada Marinir Belanda.
Beberapa kali kelompok kecil ini terlibat baku tembak dengan Tentara Belanda. Empat orang terluka dan terpaksa ditinggalkan. Menjelang memasuki Merauke, kontak senjata makin sering terjadi.
Akhirnya Ben berhasil menemukan pasukan inti di bawah Kapten Benny Moerdani dan wakilnya Kapten Bambang Soepeno.
Tak lama, tercapailah gencatan senjata antara Belanda dan Indonesia. Tembak menembak pun berakhir dan digantikan perundingan di meja diplomasi. Dalam operasi Naga tercatat 36 tewas dan 20 orang hilang.
Ben mengakui penerjunan di belantara Papua memang luar biasa. Keberanian dan patriotisme membuat orang menjadi nekat bahkan gila. Membuat orang geleng-geleng kepala. Simaklah percakapan Ben dengan beberapa pilot AS yang kemudian mendarat di Papua.
"Bagaimana kamu tiba di Papua?" tanya mereka.
"Terjun, dengan C-130 Hercules di pagi buta jam 03.00," jawab Ben.
"Apa? Terjun dari pesawat jam 3 pagi. Kamu ini bodoh atau gila? Atau bodoh sekaligus gila! Bahkan tentara Jepang yang paling berani saja tak berani menyerang Papua dari udara, laut bahkan dari darat," kata mereka sambil geleng-geleng kepala.