Kisah PON I Solo, ajang olahraga untuk lawan blokade Belanda
Para atlet layaknya patriot bangsa yang bertempur membela dan mempertahankan kemerdekaan.
Pada 9 September setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Olahraga Nasional. 9 September pada 64 tahun yang lalu, untuk pertama kalinya Pekan Olahraga Nasional (PON) digelar di Solo. Pembukaan dan sebagian besar pertandingan digelar di stadion pertama yang dibangun anak bangsa, Stadion Sriwedari, Solo.
PON I di Solo berbeda dengan ajang olahraga multieven saat ini. Pada era modern, atlet sepenuhnya bersaing berebut yang terbaik. Tetapi dulu pada PON I, atlet bertanding sekaligus bermakna sebagai angkat senjata melawan Belanda.
Meski 1945 Indonesia sudah merdeka, saat itu Belanda masih ingin berkuasa. PON menjadi pertemuan para atlet untuk membulatkan tekad, menggalang solidaritas dalam semangat menggempur Belanda agar meninggalkan bumi Indonesia. Menurut Maulwi Saelan, dalam bukunya "Kesaksikan Wakil Komandan Tjakrabirawa", pada PON I para atlet mengokohkan tekadnya sebagai patriot bangsa yang siap bertempur membela dan mempertahankan kemerdekaan.
Cerita sebelum PON digelar penuh dengan perjuangan. Pada Januari 1947, di Solo digelar Kongres Olahraga I. Kongres bukan hanya menggelar program meningkatkan prestasi atlet, tetapi juga berjuang menembus blokade Belanda dengan berusaha ambil bagian dalam Olimpiade 1948 London.
Permintaan ikut Olimpiade diajukan ke London dan segera dijawab. Namun, jawaban jatuh ke tangan Belanda di Batavia dan tidak diteruskan kepada Komite Olimpiade RI di Solo. Saat itu, Ibukota RI ada di Yogyakarta karena Jakarta diduduki Belanda.
Dalam jawaban, RI belum bisa diterima sebagai anggota penuh organisasi Olimpiade karena belum menjadi anggota PBB. Meskipun demikian, RI diundang sebagai peninjau.
Ibukota RI di Yogyakarta membentuk delegasi untuk menjadi peninjau. Di antaranya Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Letkol Aziz Saleh dan Maladi sebagai menteri olahraga.
Delegasi tidak jadi berangkat karena diminta menggunakan paspor Belanda. Keharusan paspor Belanda ini adalah rekayasa Belanda untuk menunjukkan kepada dunia mereka masih berdaulat di Indonesia.
Menjawab blokade Belanda ini, digelarlah PON I di Solo dengan megah. PON I diikuti oleh 600 atlet dari 13 karesidenan. PON I berlangsung 9-12 September mempertandingkan 9 cabang olahraga termasuk sepakbola.
"PON ini sekaligus membuktikan bahwa olahraga kita mampu berbicara, bersikap patriotik, dan ikut menjalankan peran strategis dalam revolusi kemerdekaan," tulis Maulwi Saelan. Pada Selasa (11/9) PON XVIII Riau digelar di era modern. Sayang dan ironis, PON kali ini digelar dalam nuansa ketidaksiapan.