KontraS pertanyakan komitmen Jokowi bereskan kasus HAM masa lalu
Jokowi dinilai kontradiktif dalam hal penegakan HAM di tanah air.
Kepala Biro Riset Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Puri Kencana Putri menilai, komitmen Presiden Joko Widodo (Jokowi) terhadap penyelesaian kasus hak asasi manusia (HAM) dan korban kekerasan semakin hari semakin dipertanyakan. Presiden ke 7 tersebut dinilai kontradiktif dalam hal penegakan HAM di tanah air.
"Pernyataan yang diberikan Jokowi sangat berbeda dengan tindakan atau kebijakan yang diputuskan," ujar Puri saat acara bedah buku di Solo, Rabu (10/12).
Meski demikian, Puri tetap memberikan apresiasi terhadap pernyataan resmi Jokowi terkait Hari HAM yang disampaikan kemarin. Dalam pidato tersebut, lanjut Puri, Jokowi menjanjikan jaminan perlindungan minoritas untuk isu kebebasan beragama, berkeyakinan dan beribadah.
"Dalam pidato itu, Jokowi juga memberikan jaminan hak-hak rakyat di sektor ekonomi, sosial dan budaya (ekosob). Kemudian penuntasan kasus-kasus HAM berat dengan rekonsiliasi dan pengadilan HAM Ad Hoc," katanya.
Puri juga memberikan sejumlah catatan penting pidato Jokowi, yakni terkait kebijakan yang bertentangan dengan penegakan HAM. Di antaranya pengangkatan Hendropriyono dan Ryamizard Ryacudu, rencana eksekusi mati 20 terpidana, penembakan lima warga di Papua, intervensi negara dalam konflik parpol, pembebasan bersayarat Pollycarpus.
"Masih banyak lagi, penambahan Kodam di Papua, rencana pemberian grasi untuk Eva Bande, dan aparat yang diturunkan dalam konflik dengan warga, kemudian kebijakan di sektor bisnis dan agraria," ucapnya.
Dalam kasus Papua, lanjut Puri, keputusan Jokowi menambah Kodam tak sesuai dengan komitmennya untuk menekan kekerasan di sana. Persoalan-persoalan yang terjadi di Papua adalah ekspresi mereka yang tidak bisa diselesaikan dengan peluru, tetapi dengan dialog.
"Kata kunci dalam menyelesaikan masalah Papua itu melakukan rekognisi bahwa Papua dan warganya adalah bagian dari kita," ucapnya.
Persoalan lain yang tak kalah penting untuk dicermati adalah, banyaknya orang-orang di lingkaran kekuasaan dengan pelanggaran HAM masa lalu. Orang-orang tersebut merupakan pendukung kemenangan Jokowi dalam Pilpres. Padahal korban orang-orang tersebut sangat jelas dan diketahui secara luas telah dibunuh, disiksa dan bahkan hingga saat ini masih ada yang belum diketahui keberadaanya.
Puri mencontohkan, kasus aktivis Wiji Thukul yang merupakan orang asli Solo.
"Wiji Thukul itu orang Solo, Jokowi juga asli orang Solo. Pasti dia tahu kisah pilu yang dialami Wiji Thukul serta keluarganya. Apakah mereka itu tidak mempunyai sedikit rasa empati untuk Wiji Thukul dan anak anak istrinya," pungkasnya.
Baca juga:
KontraS sebut daripada banyak omong mending menteri Tedjo kerja
KontraS: Tedjo Edhie tak layak jadi Menko Polhukam!
KontraS tuding polisi melanggar hukum di kasus tukang tusuk sate
-
Kapan Prabowo bertemu Jokowi? Presiden terpilih Prabowo Subianto bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana kepresidenan, Jakarta, Senin (8/7) siang.
-
Kapan Jokowi mencoblos? Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah melakukan pencoblosan surat suara Pemilu 2024 di TPS 10 RW 02 Kelurahan Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (14/2).
-
Kapan Jokowi memanggil Kapolri dan Jaksa Agung? "Sudah saya panggil tadi," kata Presiden Jokowi saat diwawancarai di Istora Senayan, Jakarta, Jumat (27/5).
-
Kenapa Jokowi panggil Kapolri dan Jaksa Agung? Pemanggilan tersebut, buntut insiden personel Datasemen Khusus Antiteror (Densus 88) dikabarkan menguntit Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah.
-
Apa yang dilakukan Jokowi saat kuliah? Semasa kuliah, Jokowi juga aktif tergabung dengan UKM pencinta alam.
-
Siapa saja yang mendampingi Jokowi? Sebagai informasi, turut mendampingi Presiden dalam kegiatan ini adalah Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi, Gubernur Jambi Al Haris, dan Pj. Bupati Merangin Mukti.