Korupsi di Indonesia sejak masa kerajaan dan tercatat dalam prasasti
Menurut catatan prasasti, orang yang berbuat korupsi, hukumannya ditanggung hingga anak-cucu.
Perilaku korupsi di Indonesia kian hari makin memprihatinkan rupanya sudah terjadi sejak zaman dulu, tepatnya masa kerajaan-kerajaan di Nusantara. Bahkan, perbuatan buruk itu juga tercantum dalam cerita dan prasasti-prasasti.
Hal itu dipaparkan pakar Epigrafi, Djoko Dwiyanto, yang beberapa kali menerjemahkan prasasti berisi tentang korupsi. Salah satunya tercatat dalam prasasti Rumwiga, ditemukan pada 1992. Menurut Djoko, dalam prasasti Rumwiga diceritakan tentang penyimpangan pajak oleh petugas pajak dan pemberi pajak.
"Ada penyimpangan pajak karena tidak sesuai ketentuan. Misalnya pajaknya 100, dibayarkan 80, yang 20 digunakan untuk menjamu petugas pajak. Jadi semacam suap. Ada juga prasasti Palepangan yang juga isinya soal korupsi," kata Djoko di Yogyakarta, Rabu (5/8).
Tidak hanya menjelaskan soal korupsi penyimpangan pajak, dalam prasasti lain, seperti di prasasti Sumundul dan Panenggaran, juga dijelaskan tentang hukuman bagi para pengemplang pajak.
"Di Sumundul dan Panenggaran, malah ada hukuman bagi yang tidak membayar pajak," tambah Djoko.
Sementara itu, Kepala Seksi Perlindungan dan Pelestarian BPCB Daerah Istimewa Yogyakarta, Wahyu Astuti mengatakan, dalam prasasti Sumundul dan Panenggaran, orang yang tidak membayar pajak dihukum tidak sendiri, melainkan hingga anak cucunya.
"Kalau sekarang korupsi dihukumnya ringan. Kalau dulu itu, tidak membayar pajak saja yang dihukum sampai anak cucu. Jadi lebih tegas," kata Wahyu.