KPK tunggu data FBI soal pejabat Indonesia terima suap dari asing
Alex pun menjamin pihaknya tidak akan mengalami kendala dalam mendalami kasus ini meski tidak ada kerjasama antara KPK dengan FBI. Hal ini dikarenakan FBI mau berbagi informasi atau data jika negara atau lembaga tersebut sudah memiliki Memorandum of Understanding (MoU).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih menunggu hasil penyidikan The Federal Bureau of Investigation (FBI) terkait aliran uang suap dari PT Max Power terhadap penyelenggara negara Indonesia. KPK juga bekerja sama dengan FBI guna mendapatkan data-data transaksi uang perusahaan asing yang menggelontorkan uangnya ke penyelenggara negara Indonesia.
"Oh iya, nanti kita pasti ada kerjasama dengan pihak FBI kita ada kerjasama," ujar Wakil Ketua KPK, Alexander Marwatta, Senin (3/10).
Alex pun menjamin pihaknya tidak akan mengalami kendala dalam mendalami kasus ini meski tidak ada kerjasama antara KPK dengan FBI. Hal ini dikarenakan FBI mau berbagi informasi atau data jika negara atau lembaga tersebut sudah memiliki Memorandum of Understanding (MoU).
Keyakinan Alex bisa mendapat data informasi terkait arus dana dari pihak asing khususnya perusahaan Amerika terhadap penyelenggara negara Indonesia lantaran negara yang meratifikasi United Nations Conventions Against Corruption (UNCAC) harus bersama-sama saling membantu dalam upaya pemberantasan korupsi.
"Enggak harus ada MoU, tapi MLA (Mutual Legal Asisstant) itu memang selalu terbuka kan. Memang di UNCAC mewajibkan itu bahwa di setiap negara itu diharuskan kerjasama dalam pemberantasan korupsi," pungkas Alex.
Mencuatnya kasus ini setelah Department Kehakiman Amerika Serikat melakukan investigasi terhadap adanya dugaan tindak pidana suap yang dilakukan Standard Chartered PLC terhadap penyelenggara negara di Indonesia. Pemberian suap dilakukan agar perusahaan tersebut diketahui memiliki saham di PT Maxpower memenangkan tender proyek kelistrikan.
Tiga petinggi PT Maxpower pun telah dipecat setelah terbukti melakukan suap. Ketiga orang itu adalah Sebastian Sauren, Arno Hendriks, dan Willibald Goldschmidt.