Kuasa hukum Setnov sebut praperadilan gugur setelah dakwaan dibacakan
Kuasa hukum Setya Novanto, Fredrich Yunadi mengatakan, praperadilan kliennya tidak serta merta gugur dengan pelimpahan berkas perkara ke pengadilan. Proses praperadilan baru dinyatakan gugur setelah Jaksa Penuntut Umum KPK membaca dakwaan di pengadilan. Hal itu sesuai keputusan Mahkamah Konstitusi.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi melimpahkan berkas perkara tersangka dugaan kasus korupsi proyek e-KTP Setya Novanto ke Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (6/12). Persidangan ketua umum nonaktif Partai Golkar itu diperkirakan digelar pekan depan.
Kuasa hukum Setya Novanto, Fredrich Yunadi mengatakan, praperadilan kliennya tidak serta merta gugur dengan pelimpahan berkas perkara ke pengadilan. Proses praperadilan baru dinyatakan gugur setelah Jaksa Penuntut Umum KPK membaca dakwaan di pengadilan. Hal itu sesuai keputusan Mahkamah Konstitusi mengenai praperadilan.
-
Siapakah Letkol Atang Sendjaja? Nama Atang Sendjaja diketahui berasal dari seorang prajurit kebanggaan Jawa Barat, yakni Letnan Kolonel (Letkol) Atang Sendjaja.
-
Kapan Atang Sendjaja meninggal? Pada 29 Juli di tahun itu menjadi hari duka bagi AURI.
-
Kapan Desa Panggungharjo dibentuk? Desa Panggungharjo dibentuk berdasarkan maklumat monarki Yogyakarta tahun 1946 yang mengatur tentang tata kalurahan saat itu.
-
Kapan Pegi Setiawan ditangkap? Pegi Setiawan ditangkap petugas Polda Jabar di Bandung pada Selasa (21/5/2024) malam.
-
Kapan Adi Suryanto meninggal? Kabar duka datang dari salah satu instansi pemerintah, Lembaga Administrasi Negara (LAN). Kepala LAN, Prof Dr. Adi Suryanto, meninggal dunia di Yogyakarta pada Jumat (15/12).
Dikutip dari www.mahkamahkonstitusi.go.id, untuk menghindari perbedaan penafsiran dan implementasi, Mahkamah berpendapat demi kepastian hukum dan keadilan, perkara praperadilan dinyatakan gugur pada saat telah digelar sidang pertama terhadap perkara pokok atas nama terdakwa/pemohon praperadilan. Bagi Mahkamah, penegasan ini sebenarnya sesuai hakikat praperadilan dan sesuai pula dengan semangat yang terkandung dalam Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP.
"Praperadilan itu kan tetap jalan, proses dari sini (KPK) juga kan silakan jalan. Dalam hal ini, kami kembalikan ke KUHAP dan putusan Mahkamah Konstitusi bahwa praperadilan itu akan gugur apabila sudah dibacakan dakwaan," kata Fredrich di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (6/12).
Menurutnya, keputusan menerima atau menolak praperadilan ada di tangan hakim. "Masih panjang kita lihat perkembangannya gimana dan itu juga tergantung hakim. kalau hakim enggak peduli tetap dilanjutkan (praperadilan) itu kewenangan hakim," tutur Fredrich.
Fredrich menegaskan, praperadilan tak ada hubungannya dengan pelimpahan berkas perkara. Dia menganggap, KPK hanya menjalani hak yang mereka punya.
"Pelimpahan berkas kan dari penyidik dan penuntut umum enggak ada hubungannya, enggak apa-apa. Jadi jangan salah tafsir. Enggak ada hubungannya ini internal, jadi dari pintu kanan ke pintu kiri aja," tegas Fredrich.
"Penuntut umum kan belom disidang kan, waktunya masih cukup. mereka masing-masing punya hak. Jadi kami masih melanjutkan, Kita hanya menjalankan hukum yang berlaku, silakan KPK dengan hukum yang berlaku, kita juga dengan hukum yang berlaku kita masing-masing menghormati itu aja. Kita Tidak berlomba, kita hanya jalani hukum yang berlaku," sambungnya.
Fredrich sadar betul pihaknya tidak bisa menyatakan keberatan atas putusan KPK yang menyatakan berkas sudah lengkap dan dilimpahkan ke pengadilan. Sebab, itu wewenang KPK. Hanya saja, dia menilai KPK berperilaku subyektif dalam kasus ini.
"Yang punya kuasa siapa sekarang? kan kita tidak berdaya di sini. Jangankan itu, beliau sudah ditahan hampir 20 hari, anaknya saja enggak boleh ketemu, coba? apakah itu manusiawi, itu sudah melanggar, mereka enggak peduli. Petinggi Golkar, wakil ketua DPR, enggak boleh ketemu, bayangin saja siapa yang boleh ketemu, pejabat siapapun enggak boleh boleh ketemu," tegas Fredrich.
"Semuanya ditolak, tiada satu orang pun yang di izinkan. Tanya aja sama mereka (KPK), mereka yang punya kuasa. Jadi mereka like and dislike, dia suka kasih izin. Saya udah tanya (KPK) mereka bilang gak adalah alasan, Fadli Zon gak dikasih izin, siapapun enggak dikasih izin," sambungnya.
Sebelumnya, Mahkamah berpendapat norma Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP yang berbunyi, "dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan negeri, sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan belum selesai, maka permintaan tersebut gugur" adalah bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang frasa "perkara sudah mulai diperiksa" tidak diartikan telah dimulainya sidang pertama terhadap pokok perkara yang dimohonkan praperadilan dimaksud.
Demi terciptanya kepastian hukum, Mahkamah memberikan penafsiran yang menegaskan mengenai batas waktu yang dimaksud pada norma a quo, yaitu 'permintaan praperadilan dinyatakan gugur ketika telah dimulainya sidang pertama terhadap pokok perkara yang dimohonkan praperadilan'.
"Menyatakan Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP bertentangan dengan UUD Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa 'suatu perkara sudah mulai diperiksa' tidak dimaknai 'permintaan praperadilan gugur ketika pokok perkara telah dilimpahkan dan telah dimulai sidang pertama terhadap pokok perkara atas nama terdakwa/pemohon praperadilan'," ujar Arief.
(mdk/noe)