Legenda cerita Panji yang mendunia
Panji merupakan kisah tradisional Jawa Timur berlatar zaman Kediri (1104-1222) yang kemudian menyebar.
Cerita Panji tengah diupayakan masuk dalam dalam warisan UNESCO sebagai Memory of the World atau MOW. Upaya ini belakangan gencar dilakukan mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Wardiman Djojonegoro. Ini terlihat dari kunjungan dia ke Belanda dan Inggris guna menggalang dukungan.
Panji merupakan kisah tradisional Jawa Timur berlatar zaman Kediri (1104-1222) yang kemudian menyebar ke beberapa wilayah dan negara lain. Cerita Panji sendiri juga mengalami anakronisme, yakni mencampurkan latar belakang Singasari (1222-1293). Sulit untuk memaparkan cerita Panji, karena banyaknya versi yang terus ditulis tiap zamannya maupun satu wilayah ke wilayah lain. Belakangan diketahui terdapat delapan versi tentang cerita Panji.
Misalnya Panji Kuda Sumirang, Panji Kamboja, Panji Serat Kanda, Angron Akung, Jayakusuma, Panji Angreni Palembang, Panji Kuda-Nurawangsa, Malat. Ini juga belum dihitung versi cerita rakyat seperti Ande-ande Lumut, Ketek Ogleng , Ragil Kuning dan lain sebagainya.
Dari catatan diperoleh merdeka.com berbagai literatur, seperti penelitian dilakukan budayawan, ilmuwan Jawa sekaligus pakar sastra Jawa Kuna, Prof Dr Raden Mas Ngabehi (Lesya) Poerbatjaraka. Dia menyatakan, cerita Panji telah ditulis dalam bahasa Jawa pertengahan sebelum atau sekitar tahun 1400, yakni pada zaman keeamasan Majapahit.
Naskah aslinya tidak ditemukan, tetapi "terjemahan" ditemukan dalam naskah melayu berjudul Panji Semirang. Selain itu, cerita Panji juga telah ada pada relief di zaman Majaphit tahun 1413 berisi bagian dari cerita Panji, seperti di Candi Penataran Blitar dan Situs Gambyok di Banyakan Kediri. Pendapat ini sesuai dengan berita Pararaton dan Negarakertagama yang mengisahkan Raja Hayam Wuruk menari topeng (1350-1389). Sehingga kisah Panji telah ada sebelum 1400 bahkan sebelum 1350.
Cerita Panji diduga berasal dari Kakawin Smaradahana karya Mpu Dharmaja dari Zaman Kadiri. Pada bagian akhir kakawin ini diceritakan tentang kisah perkawinan Kameswara dari Madyadesa (Kadiri) dengan Putri Kirana dari Wajradrawa (Janggala).
Poerbatjaraka pernah menyebut bahwa cerita Panji merupakan suatu bentuk revolusi kesusastraan terhadap tradisi India yang berawal dari zaman keemasan Majapahit dan ditulis dalam bahasa jawa Tengahan (Poerbatjaraka, 1968:408-409).
Banyak disebutkan bahwa penyebarannya cerita Panji ke luar Jawa terjadi lebih banyak dilakukan dengan cara lisan. Dalam perkembangan selanjutnya, cerita tersebut ditulis dengan huruf Arab-Melayu. Kemudian dalam bentuk naskah Arab Melayu itulah diperkenalkan ke wilayah Asia Tenggara daratan.
Cerita Panji tersebar ke daerah di Nusantara meliputi seluruh Jawa dan Bali, Nusa Tenggara, dan berbagai daerah Sumatra. Sedangkan di luar negeri, cerita Panji juga santer didengar di wilayah di Asia Tenggara, meliputi Thailand, Kamboja dan Myanmar.
Cerita Panji berkembang melalui berbagai aspek kehidupan dan bentuk seni, seperti seni tari, sastra, teater, wayang, seni lukis dan seni pahat. Cerita Panji meski terdiri dari berbagai versi, inti cerita Panji selalu bercerita tentang kehidupan tokoh Raden Panji (Panji Asmorobangun) dari Kerajaan Jenggala dan Putri Candrakirana (Dewi Sekartaji) dari Kerajaan Daha atau Kediri.
Raden Panji dianggap sebagai titisan Dewa Wisnu, sedang Dewi Sekartaji sebagai titisan dari Dewi Sri. Penyatuan Panji dan Sekartaji, sebagai bentuk penyatuan pria dan wanita yang menghasilkan kesuburan atau keturunan, dijadikan simbol kesuburan padi.
Dari latar belakang cerita itu, para seniman se-Kediri Raya menggelar sebuah workshop dalam upaya penguatan cerita Panji menjadi warisan budaya internasional.
Workshop ini tentang pelestarian budaya tak benda yang berlangsung di Museum Airlangga Komplek Wisata Budaya Kota Kediri yang diselenggarakan oleh Disbudparpora Kota Kediri. Dua seniman asal Amerika Dr Diane C Butler dan Georgi Panayoto dari Bulgaria, datang langsung untuk memberikan materi tentang identifikasi sebuah sastra warisan budaya dan tata cara mendaftarkannya ke UNESCO.
Menurut Diane, cerita Panji layak diakui internasional. Sebab, ini berasal dari nusantara dan tidak hanya sebatas sastra biasa, melainkan memiliki nilai arsitektur dan berbagai unsur, seperti lingkungan hidup dan tata ruang. "Untuk bisa diakui internasional cerita Panji terlebih dahulu harus masuk dalam catatan nasional dari situ diketahui tentang bentuk , nilai,dampak dan manfaat cerita Panji itu untuk seluruh umat manusia," kata Diane, Minggu (8/5).
Sementara itu, Sekjen Dirjen Kebudayaan Kemendikbud, Nono Adya Suprianto, berharap diangkatnya cerita Panji ke dunia internasional tidak berbuntut perpecahan.
"Kita menyadari betul cerita Panji berasal dari Kediri adalah milik Indonesia, jangan dibesarkan batas administrasi. Mari membangun bareng demi kebersamaan, utamakan kebersamaan, masyarakat bisa menikmati karena ini warisan budaya, inilah harapan saya," kata Nono kepada merdeka.com.
Dalam upaya menguatkan agar cerita Panji diakui Unesco seniman di berbagai daerah terutama di Kediri sejak lama melakukan berbagai seminar dan membuat pertunjukan Panji, di antaranya pagelaran Wayang Krucil Gandrung, Jemblung, Tari Topeng Panji, Ketek Ogleng dan lain sebagainya.