Mampukah Menko Polhukam tuntaskan konflik KPK vs Polri?
"Enggak mungkin masyarakat bisa menerima bahwa perwira polisi disidik oleh polisi sendiri," ujar Jimly Asshidiqqie.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akhirnya turun tangan dalam konflik KPK vs Polri terkait penanganan korupsi simulator SIM di Korlantas Polri. Presiden telah memerintahkan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Djoko Suyanto untuk menengahi dua lembaga hukum itu.
Melaksanakan instruksi sang presiden, mantan panglima TNI itu menggelar pertemuan dengan tiga pimpinan KPK dan Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo. Pertemuan itu dilakukan demi menyamakan persepsi antara KPK dan Polri dalam melakukan penyidikan pada kasus yang sama.
Namun, dalam pertemuan itu, KPK dan Polri masih kukuh dengan pendiriannya masing-masing. Karena KPK dan Polri belum mendapat kesepahaman, pertemuan kedua pun direncanakan akan kembali digelar.
Mampukah mantan Panglima TNI itu menyelesaikan konflik KPK-Polri?
"Rapat dengan menko Polhukam biasa saja, kan biasa menko Polhukam gelar rapat dengan mereka. menko itu kan enggak bisa perintah (KPK dan Polri) jadi tidak akan selesaikan masalah, karena hanya rapat-rapat saja. Yang memutuskan persoalan itu kan mereka berdua (KPK dan Polri)," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshidiqqie kepada merdeka.com, Selasa (7/8).
Menurutnya, perintah kepada menko Polhukam tersebut diambil Presiden SBY dikarenakan adanya desakan dari masyarakat yang meminta presiden segera turun tangan menyelesaikan persoalan KPK-Polri.
"Presiden kan harus kasih respon," kata dia.
Jimly menilai, konflik antara KPK-Polri hanya bisa diselesaikan oleh kedua lembaga hukum itu sendiri. Selain itu, sikap negarawan Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo diuji dalam kasus ini.
Sebab, secara undang-undang, KPK berhak menangani kasus yang diduga melibatkan dua jenderal polisi itu. "Di undang-undang mengapa KPK superbody? Maksudnya kalau ada kasus seperti ini menjadi wewenang KPK, karena yang tertinggi dalam pemberantasan korupsi ya KPK," kata Jimly.
Jimly mengatakan, kapolri bisa saja memutuskan menyerahkan kasus tersebut untuk ditangani KPK. Sebab, sebagai pemimpin tertinggi di Polri, Jenderal Pol Timur Pradopo memiliki otoritas penuh melakukan itu.
"Polri berbeda dengan KPK. Kalau KPK kan harus kolektif dalam memutuskan sesuatu, kalau ketua KPK memutuskan sesuatu pimpinan yang lain belum tentu setuju, tapi kalau di Polri kan terserah ke kapolri. Serahkan saja ke KPK enggak usah dipertentangkan," kata pakar hukum senior ini.
Dia menilai, jika kasus itu ditangani oleh Polri, masyarakat tidak akan menerimanya. Sebab, kasus itu diduga melibatkan petinggi Polri. Selain itu, kasus itu saat ini sudah mendapat perhatian publik.
"Enggak mungkin masyarakat bisa menerima bahwa perwira polisi disidik oleh polisi sendiri, enggak mungkin masyarakat mau menerimanya," kata Jimly.
Karena itu, ia berpendapat lebih baik Polri menyerahkan kasus itu kepada KPK. Sementara, Polri menangani sejumlah personelnya yang tidak menjadi tersangka di KPK.
"Polri enggak usah tangani masalah yang sudah kayak gini, kecuali yang bukan tersangka KPK, sambil tunjukkan kesungguhan Polri untuk memberantas korupsi di institusinya sendiri," kata dia.