Mantan pegawai Bank Tabungan Pensiunan Nasional divonis 9 tahun
Putusan ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) selama 13,5 tahun penjara. Selain hukuman badan, terdakwa juga dijatuhi hukuman denda senilai Rp 100 juta, jika tidak dibayarkan maka akan diganti dengan hukuman kurungan selama dua bulan kurungan.
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kota Semarang menjatuhi hukuman kepada mantan pegawai Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN), Diah Ayu Kusumaningrum dengan hukuman 9 tahun penjara. Diah dinyatakan bersalah dan merugikan keuangan Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang senilai Rp 22,7 miliar
"Mengadili, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Diah Ayu Kusumaningrum selama sembilan tahun penjara. Serta menjatuhkan pidana denda sebesar Rp 100 juta," tegas Hakim Ketua Antonius Wididjanto dalam sidang di Pengadilan Tipikor Semarang di Jalan Dr Soeratmo, Kota Semarang, Jawa Tengah, Jumat (21/10).
Putusan ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) selama 13,5 tahun penjara. Selain hukuman badan, terdakwa juga dijatuhi hukuman denda senilai Rp 100 juta, jika tidak dibayarkan maka akan diganti dengan hukuman kurungan selama dua bulan kurungan.
"Menyatakan terdakwa terbukti melanggar pasal 3 dan 5 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 yang telah dibuah dan ditambahkan dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," tegas Antonius dalam amar putusanya.
Diah Ayu merupakan personal banker BTPN yang bertugas untuk mengurusi simpanan dana yang bersumber dari pajak dan retribusi tersebut. Dalam pertimbangannya, hakim menilai terdakwa terbukti menyalahgunakan wewenang dan jabatannya dalam perkara tersebut.
Selain itu, terdakwa juga terbukti memberikan sesuatu kepada pejabat negara atau pegawai negeri dengan maksud tertentu. Dalam hal ini Diah juga terbukti memberikan uang sebesar Rp 152 juta kepada mantan Kepala UPTD Kasda Suhantoro yang sudah dihukum atas perkara yang sama.
Dalam putusannya, hakim juga memerintahkan terdakwa untuk membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 21,5 miliar. Atas putusan tersebut, baik terdakwa maupun jaksa penuntut umum masih menyatakan pikir-pikir.
Sedangkan penasihat hukum terdakwa, Soewidji mengatakan, hukuman yang dijatuhkan hakim tersebut tidak realistis lantaran Hakim dinilai tidak mempertimbangkan fakta-fakta persidangan. Salah satu fakta sidang yang tidak dipertimbangkan yakni slip setoran pada tahun 2008 yang tidak ada dalam bukti jaksa.
"Slip setoran 2008 totalnya Rp 5 miliar, tetapi oleh hakim tetap dibebankan kepada terdakwa uang pengganti kerugian negara, ya tidak ada dasarnya. Kemudian kalau kasus ini bersama-sama, mestinya kerugian negara tanggung renteng, tidak dibebankan kepada satu orang saja," pungkasnya.