Memahami Metode DSA 'Cuci Otak' Terawan dari Sudut Pandang Ilmu Kedokteran
Dokter lulusan Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Windhu Purnomo mengatakan, terapi cuci otak yang dilakukan Terawan belum memiliki riset. Mantan Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto itu hanya mengandalkan disertasinya pada tahun 2016.
Bekas Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto, menjalankan terapi Brain Washing atau cuci otak melalui metode Digital Substraction Angiography (DSA). Terapi ini diklaim bisa menyembuhkan pasien dari sakit yang diderita.
Dokter lulusan Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Windhu Purnomo mengatakan, terapi cuci otak yang dilakukan Terawan belum memiliki riset. Mantan Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto itu hanya mengandalkan disertasinya pada tahun 2016.
-
Apa saja layanan medis yang dilayani oleh Dokter Terawan? "Prof Terawan Hanya melayani Tindakan Digital Substraction Angiography (DSA), dan Immunotherapy Nusantara," kata Okta.
-
Di mana Dokter Lo dirawat? Ia membenarkan jika dokter Lo Siauw Ging MARS saat ini sedang mendapat perawatan di Rumah Sakit Kasih Ibu (RSKI) Solo.
-
Dimana konsentrasi dokter spesialis di Indonesia? Dia mengatakan 59 persen dokter spesialis terkonsentrasi di Pulau Jawa. "Rata-rata semuanya dokter spesialis pada di Jawa dan di kota. 59 persen dokter spesialis itu terkonsentrasi di Pulau Jawa, 59 persen," ujarnya.
-
Apa profesi Putra Dokter Boyke, Dhitya Dian Nugraha? Mengikuti jejak sang ayah, Dhitya merupakan alumnus Universitas Indonesia. Namun, perjalanan akademisnya tidak berhenti di sana. Ia melanjutkan pendidikannya di luar negeri, tepatnya di Universiteit Leiden, Belanda, dari tahun 2017 hingga 2020 dengan mengambil jurusan psikologi.
-
Bagaimana Dr. Sardjito membuat ransum TNI? Kecerdikan Sardjito dalam membuat ransum melahirkan inovasi bernama 'Biskuti Sardjito'. Bentuknya yang bulat bisa memberikan energi untuk para tentara ketika di medan perang.
-
Kapan dokter Soebandi gugur? Mengutip situs Begandring, dokter tentara sekaligus wakil komandan Divisi Damarwulan ini gugur ditembak tentara Belanda dalam sebuah penyergapan di Desa Karang Kedawung, Jember pada 8 Februari 1949.
"Jadi artinya tidak bisa diterima dong. Itu 2016 disertasinya dan dinyatakan dia lulus. Ya enggak apa-apa dia lulus. Tapi disertasi itu belum membuktikan bahwa ini memang terapi yang sudah bisa digunakan," katanya saat dihubungi merdeka.com, Kamis (7/4).
Disertasi Terawan memang membahas soal cuci otak melalui metode DSA. Namun, disertasi itu tidak membandingkan kelompok yang mendapatkan metode tersebut dengan lainnya atau plasebo.
Padahal untuk membuktikan metode terapi baru di dunia kedokteran, harus melewati tahap perbandingan antara satu kelompok yang sudah mendapatkan pengobatan dengan kelompok plasebo.
"Dia dalam disertasinya itu hanya melakukan satu grup saja, enggak ada pembanding. Itu yang dilakukan dalam disertasinya," jelasnya.
Metode Lama
Menurut Windhu, metode cuci otak Terawan sebetulnya sudah digunakan sejak lama. Hanya saja, DSA yang biasa digunakan untuk diagnostik atau mendeteksi penyakit. Caranya, dengan memasukkan heparin ke pembuluh darah yang mengalami sumbatan atau pembekuan.
Umumnya, heparin digunakan untuk diagnostik pembekuan darah segar. Bukan untuk terapi stroke kronik.
"Tapi oleh dokter Terawan dilakukan. Dan belum ada bukti ilmiahnya, berguna enggak dengan biaya yang sangat mahal itu. Jadi artinya, kita belum tahu apa efek samping jangka panjang," ujarnya.
Windhu mengatakan, terapi cuci otak Terawan sudah diinvestigasi Satuan Tugas Penyelesaian Permasalahan Pelayanan Kesehatan yang dibentuk Kementerian Kesehatan pada 2018. Saat itu, Satgas merekomendasikan terapi menggunakan DSA tidak memiliki bukti ilmiah sehingga melanggar Kode Etik Kedokteran Indonesia (Kodeki) Pasal 6.
Menindaklanjuti rekomendasi tersebut, Kementerian Kesehatan meminta Terawan memberhentikan terapi DSA untuk menghasilkan uang. Hanya saja, terapi bisa dilakukan untuk pelayanan dengan riset pembanding.
"Ternyata ditunggu-tunggu itu belum dilakukan sampai sekarang," kata dia.
(mdk/lia)