Menaker berharap perayaan May Day memiliki daya tarik pariwisata
"Bagaimana caranya membuat perayaan May Day yang bisa menjadi daya tarik pariwisata. Hal itu perlu dilakukan agar citra pergerakan buruh menjadi positif dan menarik," kata Menaker.
Menteri Tenaga Kerja (Menaker) ingin perayaan buruh yang selama ini identik dengan aksi demonstrasi turun ke jalan yanag terkesan negatif diubah menjadi sebuah perayaan semacam karnaval sehingga citra pergerakan buruh menjadi lebih positif.
"Bagaimana caranya membuat perayaan May Day yang bisa menjadi daya tarik pariwisata. Hal itu perlu dilakukan agar citra pergerakan buruh menjadi positif dan menarik," kata Menaker Hanif Dhakiri saat memberikan sambutan pada acara peluncuran buku Quo vadis: Selintas Perjalanan Panjang Serikat Pekerja/Serikat Buruh Indonesia di Hotel Puri Denpasar, Jakarta Selatan, Selasa (25/4).
Perayaan May Day dalam bentuk karnaval bisa mengundang antusiasme masyarakat. Pesan yang disamaikan pun dapat lebih mudah dimengerti khalayak karena disampaikan melalui sebuah pertunjukan karnaval yang menarik.
"Memperingati May Day melalui karnaval budaya. Pertunjukan seni dan olah raga seperti pementasan pencak silat yang di dalamnya bisa diselipkan pesan-pesan yang ingin disampaikan buruh. Jadi perayaan May Day Seperti ini lebih banyak pertunjukannya dan sedikit orasi," tutur Menaker Hanif.
Menaker Hanif pun mendorong agar buruh memanfaatkan May Day sebagai momentum untuk meningkatkan reputasi dari pergerakan buruh.
"Bagaimana memanfaatkan May Day untuk meningkatkan pergerakan buruh ini menjadi popular dan lebih kuat. May Day dimanfaatkan untuk meningkatkan reputasi dari gerakan buruh," ujar Menaker Hanif.
Pada kesempatan yang sama, Menaker Hanif juga menyinggung persoalan terkait semakin menurunnya partisipasi buruh dalam serikat pekerja/serikat buruh.
"Partisipasi buruh ke dalam serikat saat ini menurun. Dari 3,4 juta menjadi sekarang 2,7 juta. Padahal di awal reformasi sampai 8-9 juta. Jumlah Serikat Pekerja di tingkat perusahaan juga menurun dari 14 ribuan menjadi 7 ribuan," ungkap Menaker Hanif.
Di sisi lain, Menaker Hanif merasa heran karena meski jumlah keikutsertaan buruh menurun namun jumlah Konfederasi dan Federasi buruh malah bertambah.
"Tapi jumlah federasi naik menjadi 112. Jumlah konfederasi naik 14-15. Artinya di atas bertambah tapi di bawah berkurang. Padahal kuncinya adalah yang di bawah," kata Menaker Hanif, heran.
Selain itu, Menaker Hanif juga mengajak buruh untuk mengubah paradigma lama, yaitu paradigma yang selalu menghadap-hadapkan perjuangan buruh untuk melawan pemerintah dan dunia usaha.
"Selama ini saya melihat gerakan buruh selalu dihadap-hadapkan dengan pemerintah. Gerakan buruh selalu dihadapkan dengan dunia usaha," ucap Menaker Hanif.
Menaker Hanif menilai, idealnya pergerakan buruh beralih dari paradigma berhadap-hadapan menjadi paradigma kerja sama.
"Mengubah pola pikir dari yang selama ini paradigma berhadap-hadapan menjadi paradigma bekerja sama. Saya ingin mendorong kita bagaimana mentransformasikan dari paradigma yang berhadap-hadapan kepada paradigma kerja sama," ujar Menaker Hanif.
Dengan paradigma kerja sama maka buruh bisa mengambil peranan yang lebih dalam ikut menentukan arah kebijakan pemerintah.
"Bagaimana buruh bisa mengambil peranan yang lebih untuk ikut menentukan kebijakan-kebijakan pemerintah," ungkap Menaker Hanif.