Mengamuk dilarang gendong ponakan, Sigit tewas ditembak polisi
Sigit diketahui sudah lama mengalami gangguan kejiwaan.
Seorang anggota Kepolisian Resor Blitar Kota, Jawa Timur, terpaksa menembak Sigit Joko Prastowo (43), warga Kelurahan Tanjung, Kecamatan Kepanjen Kidul, Kota Blitar, hingga tewas. Korban ditembak karena mengamuk sambil membawa parang kearah anggota polisi.
Sigit mengamuk setelah dirinya tidak diizinkan oleh saudaranya untuk menggendong anaknya. Sigit mempunyai dua keponakan yang bernama Lintang Maulana kelas tiga sekolah dasar (SD) dan Lingga yang masih duduk di bangku PAUD.
Anak itu menangis ketika hendak digendong oleh Sigit, sehingga ibu mereka berdua melarang Sigit untuk menggendong. Diduga tersinggung, Sigit marah dan memukul ibu kedua anak tersebut. Saat itu di rumah juga terdapat ayahnya, Karmidianto.
Kejadian itu dilaporkan ke polisi, dan anggota langsung ke lokasi rumah Karmidianto, di Kelurahan Tanjung, Kecamatan Kepanjen Kidul. Saat polisi tiba, Karmidianto langsung lari ke arah petugas, sebab ia diburu oleh anaknya sendiri dengan membawa parang.
Sigit terkejut dengan kedatangan polisi dan beralih mengejar polisi. Aiptu Sagitarius pun terkejut dan memberikan tembakan peringatan dua kali ke udara sambil mundur menghindar. Namun, peringatan tidak diindahkan pelaku.
Sigit juga semakin mendekati Aiptu Sagitarius dan hendak mengayunkan parang ke arahnya, akhirnya Sagitarius menembaknya dengan satu kali tembakan.
Sigit terluka di bagian perut setelah tertembak dan langsung dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan. Namun, nyawanya tidak dapat tertolong, meninggal dunia.
Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Kepolisian Resor Blitar Kota AKP Danang Yudanto, Rabu, mengemukakan penembakan itu terpaksa dilakukan oleh anggotanya, sebab yang bersangkutan dinilai membahayakan nyawa orang lain.
"Ada tembakan peringatan dua kali ke udara, jadi yang dilakukan anggota sudah sesuai prosedur," ujar Danang.
Hal itu terjadi setelah Sigit mengamuk yang disertai dengan mengancam dengan senjata tajam, pada Selasa (22/3). Ia membawa senjata tajam berupa parang.
Walaupun mengaku membela diri dan mengakui penembakan itu sesuai dengan prosedur, polisi tetap akan memeriksa anggota yang menembak warga tersebut guna memastikan kronologisnya.
"Nanti pelaku penembakan tetap diperiksa oleh Propam," kata Danang dikutip dari Antara.
Sementara itu, orangtua Sigit yaitu Karmidianto mengatakan Sigit emosi dan bahkan memukul. Ia juga mengancam dengan parang, hingga ia akhirnya melaporkan anaknya tersebut ke polisi.
"Dia sudah emosi sejak sore dan marah-marah. Penyebabnya, karena dilarang menggendong keponakan," tutur Karmidianto.
Sigit diketahui mengalami gangguan kejiwaan sejak 1998. Keluarga juga sudah berusaha menyembuhkannya dengan membawa ke rumah sakit jiwa sebanyak 13 kali, namun tidak kunjung sembuh, bahkan bertambah parah.
Keluarga juga berencana tidak menuntut terkait dengan kejadian tersebut dan mengaku sudah ikhlas. Mereka juga secepatnya memakamkan Sigit di tempat pemakaman dekat tempat mereka tinggal.