Menteri Agraria janji tuntaskan kasus-kasus perebutan tanah adat
Kementerian agraria akan mengeluarkan hak sertifikat komunal atas tanah-tanah adat.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN RI Ferry Mursyidan Baldan menegaskan, hak utama bagi sebuah kepemilikan lahan hanyalah kepada masyarakat yang sudah menempati sebuah lahan dalam masa lebih dari 10 tahun.
Hal itu diutarakannya, ketika ditanya mengenai begitu banyaknya kasus sengketa dan perebutan lahan yang dilakukan oleh sejumlah korporasi kepada sejumlah masyarakat adat. Seperti yang terjadi pada kasus yang menimpa masyarakat di wilayah Kulonprogo dan Rembang.
"Pengusaha punya hak untuk menggunakan tanah itu. Tapi kalau di sana ada masyarakat adat yang sudah bermukim selama 10 tahun, dan kalau mereka tidak ada ruang hidup di tempat lain, di situlah yang Kementerian Agraria ini harus akui sebagai hak masyarakat komunal di kawasan itu," kata Ferry di Kementerian ATR/BPN, Jalan Sisingamangaraja, Jakarta Selatan, Selasa (20/1)
"Kita harus keluarkan sertifikat hak komunalnya bagi masyarakat adat tersebut. Biarkan itu menjadi ruang hidup bagi mereka, yaitu masyarakat adat yang lebih berhak atas tanah tersebut," katanya menambahkan.
Menanggapi banyaknya kasus sengketa lahan atau bahkan perebutan hak tanah atas warga masyarakat asli dari sebuah daerah, Ferry mengakui bahwa selama ini koordinasi di tingkat daerah dan pusat masih perlu dibenahi lagi.
Dirinya juga berjanji akan menyelesaikan sejumlah kasus, terutama yang menyangkut hak lahan bagi masyarakat adat di sejumlah daerah, yang kerap diincar oleh korporasi atau pengusaha dari luar daerah tersebut.
"Saya kira prinsip dasarnya enggak ada tanah yang direbut. Yang penting itu kan kita mengeluarkan kebijakan yang mengatur bahwa semua orang punya ruang dan hak hidup di atas tanah. Kalau berbicara rebut-merebut, ini kan tanah negara, nggak ada yang rebut merebut itu. Kembalikan lah hak masyarakat adat, dan kami akan berusaha untuk hal tersebut," kata Ferry.
Diketahui, sejumlah kasus atas perampasan tanah milik sebuah masyarakat, masih kerap terjadi di sejumlah daerah. Sebut saja masyarakat Kulonprogo yang saat ini sedang berjuang melawan dominasi lahan oleh perusahaan biji besi, dan masyarakat petani di Rembang yang sampai saat ini masih bertahan menjaga tanah pertanian mereka, menghadapi penggusuran yang dilakukan oleh PT. Semen Indonesia, di Pati, Rembang, Jawa tengah.