Menuju Pemilu Damai dan Demokratis
Polri juga menyiapkan Rencana Kontijensi yang melibatkan 25 ribu personel dari Brimob Nusantara dan Dalmas Nusantara.
KPU optimis tidak akan setegang pemilu sebelumnya.
Menuju Pemilu Damai dan Demokratis
Meskipun banyak dikhawatirkan sejumlah pihak, Ketua KPU Hasyim Asy'ari merasa optimis dan percaya diri bahwa Pemilu Serentak 2024 tidak akan setegang pemilu-pemilu sebelumnya.
- Gagal jadi Cawapres Anies, AHY: Bisa Jadi Ini Cara Tuhan Selamatkan dari Hal Lebih Buruk
- AHY: Demokrat Berikhtiar Gabung Koalisi yang Punya Kesamaan Visi Kebangsaan dan Etika Politik
- PKS Harap Demokrat Tetap Dalam Koalisi dan Usung Anies Baswedan
- Demokrat Ungkap Alasan Anies dan Tim 8 Temui SBY Malam Nanti
"Tensi Pemilu 2024 tidak akan sepanas yang lalu karena tidak ada Pilkada 2022-2023," kata Hasyim, Rabu (11/10).
Hal itu disampaikannya saat agenda Dialog Publik yang mengangkat tema 'Pilpres 2024 : Memperkuat Pemilu Damai dan Demokrasi Menuju Indonesia Maju' yang diselenggarakan Divisi Humas Polri di Hotel Grand Kemang, Jakarta Selatan.
Menurut Hasyim, minimnya potensi keributan antar partai politik dan pendukungnya karena mereka masih saling membutuhkan dalam pembentukan pemerintahan hasil Pilpres, dan juga pengajuan calon Kepala Daerah dalam Pilkada Serentak 2024.
Ia mengingatkan, meskipun menganut sistem presidensil, pemilu di Indonesia tidak seperti di Amerika Serikat dimana pemenang pemilu mengambil semuanya (the winner take all).
"Di sini hasil Pilpres menghasilkan koalisi baru, koalisi pemerintah," terangnya.
Sementara terkait Pilkada, Hasyim mengemukakan, dalam Pilkada ada syarat perolehan kursi DPRD 20% untuk mengajukan calon Kepala Daerah.
"Ini membuat parpol kembali harus koalisi agar bisa menjaga peluang di Pilkada 2024," ujarnya.
Di sisi lain, kata Hasyim, damai atau tidaknya pesta pemilu nantinya akan bergantung pada komitmen serta cara pandang seluruh lapisan masyarakat di Indonesia.
“Jadi, semua itu kan kita mulai dari bagaimana kita menata pikiran dan menata hati. Kalau saya dan kami di kpu optimis pemilu berjalan dengan damai dan demokratis," katanya.
merdeka.com
Sementara itu, Kadiv Humas Polri Irjen Sandi Nugroho menyebut, Pemilu Serentak 2024 akan menjadi ujian yang sesungguhnya bagi bangsa Indonesia untuk menjalankan demokrasi.
"Bukan hanya sekedar rekrutmen kepemimpinan nasional maupun daerah, namun harus kita buktikan bahwa Indonesia adalah sebuah negara demokrasi yang matang," kata Sandi dalam sambutannya yang dibacakan Karo Multi Media (Mulmed) Brigjen Gatot Refli Handoko.
Sandi mengingatkan, Pemilu 2024 dan Pemilu 2029 akan menjadi tahap konsolidasi yang penting untuk mencapai Indonesia Maju.
Untuk mensukseskan penyelenggaraan Pemilu 2024 itu, Kabag Anev Robinus Sops Polri Kombes Moh. Firman menerangkan, Polri menggelar Operasi Mantap Brata guna menciptakan keamanan, kelancaran, dan ketertiban pada setiap tahapan Pemilu Serentak 2023-2024.
Operasi ini akan dilaksanakan selama 222 hari, mulai Novrmber 2023 - Oktober 2024, melibatkan Mabes Polri, Polda, dan Polres.
Menurut Firman, Polri sudah memetakan daerah yang berpotensi sangat rawan dalam Pemilu Serentak 2024 yaitu Papua, Sulawesi Utara, kota Tangerang Selatan, Kabupaten Kaimana, Tolikara, Mimika, dan Aceh Utara.
Sementara, penanganan yang masuk prioritas 1 adalah Jawa Timur, Aceh, Sulawesi Tenggara, Maluku, Kalimantan Barat, Bali, Jawa Tengah, DKI Jakarta, Jawa Barat, Sulawesi Utara, dan Papua.
Selain itu, Polri juga menggelar Operasi Terpusat Nasional Cooling System untuk mengurangi segala bentuk potensi konflik di masyarakat.
"Daerah Operasi adalah Provinsi Sangat Rawan yaitu di DKI, Sulsel, Jateng, Jabar, Jatim, Aceh, Sumut, Kaltim, Sulut, Maluku Utara," ungkap Firman.
Operasi tersebut nantinya akan dilaksanakan selama 4 bulan di tahun 2023, dan 12 bulan pada tahun 2024.
Polri juga menyiapkan Rencana Kontijensi yang melibatkan 25 ribu personel dari Brimob Nusantara dan Dalmas Nusantara.
Di kesempatan yang sama, Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja meminta masyarakat agar tidak terlalu mempercayai informasi yang disebarkan melalui media-media sosial (medsos).
"Medsos ini merupakan unsur yang membuat kerawanan Pemilu karena seringkali menyebarkan informasi hoaks dan menyesatkan," ungkap Bagja.
Untuk itu, Bagja mengimbau kepada masyarakat agar memanfaatkan media mainstream dalam menyaring setiap informasi terkait dengan penyelanggaraan Pemilu.
Selaras dengan hal tersebut, pakar komunikasi Lelly Arrianie meminta para politisi untuk menjaga komunikasinya dengan publik.
"Jangan buat komunikasi hoaks dan tidak bisa dipertanggung jawabkan agar suasana kebatinan masyarakat tetap kondusif," tandas Lelly.