Nadiem Hapus Ujian Nasional, DPR Ingatkan 'Jangan Jadikan Siswa Kelinci Percobaan'
Komisi X DPR menggelar rapat kerja (raker) bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim. Salah satunya agendanya membahas program 'Merdeka Belajar'. Di dalamnya termasuk rencana penghapusan Ujian Nasional (UN) pada 2021.
Komisi X DPR menggelar rapat kerja (raker) bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim. Salah satunya agendanya membahas program 'Merdeka Belajar'. Di dalamnya termasuk rencana penghapusan Ujian Nasional (UN) pada 2021.
Lewat konsep pendidikan Merdeka Belajar, ada empat program pokok yang menjadi fokus Nadiem ke depan. Empat program tersebut meliputi perubahan pada Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), Ujian Nasional (UN), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi.
-
Apa saja ujian yang dialami Nabi Ayub? Nabi Ayub diberikan banyak ujian hidup dari Allah. Mulai dari hilangnya harta dan kekayaan, diberikan penyakit hingga belasan tahun, dan ditinggalkan oleh keluarga tercinta.
-
Kapan Naja dinyatakan lulus kuliah? Naja yang baru saja dinyatakan lulus dari kuliahnya di Inggris kini tumbuh menjadi remaja yang super cantik.
-
Kenapa Nabi Ayub diberi ujian? Allah pun memberikan berbagai macam ujian kepada Nabi Ayub.
-
Kapan Mohammad Nazir Datuk Pamoentjak wafat? Ia wafat di Bern, Swiss pada tanggal 10 Juli 1965 di usianya yang sudah 68 tahun.
-
Apa gunanya ujian sekolah? Dengan ujian sekolah, maka setiap pelajar dapat mengetahui hingga mengukur masing-masing kemampuannya dalam setiap mata pelajaran.
-
Kapan najis mukhaffafah dianggap suci? Jika najis mengenai baju Anda, maka setelah dipercikkan air, baju diperas kemudian dikeringkan.
"Menurut kami, semuanya akan bertumpu pada guru dan sekolah. Pertanyaannya apa guru kita sudah siap. Karena pada saat yang bersamaan, kualitas guru, pemerataan guru, sarana dan prasarana sekolah kita masih belum memadai," ujar Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda di Ruang Rapat Komisi X, Jakarta, Kamis (12/12).
Menurut dia, ini penting diketahui agar jangan sampai program tersebut malah terkesan coba-coba. Alhasil, peserta didik yang menjadi korban.
"Jangan sampai siswa kita menjadi kelinci percobaan kembali dalam sistem pendidikan dan dunia pendidikan nasional kita," tegas dia.
Syaiful juga menyoroti program PPDB. Lewat program ini, Kemendikbud tetap menggunakan sistem zonasi dengan kebijakan yang lebih fleksibel untuk mengakomodasi ketimpangan akses dan kualitas di berbagai daerah.
Komposisi PPDB jalur zonasi dapat menerima siswa minimal 50 persen, jalur afirmasi minimal 15 persen, dan jalur perpindahan maksimal 5 persen. Sedangkan untuk jalur prestasi ditingkatkan menjadi 30 persen lainnya disesuaikan dengan kondisi daerah.
"Apakah ini bisa diterapkan secara nasional di seluruh daerah di Indonesia. Karena pada praktiknya antara daerah punya kebutuhan sendiri, ada masalah geografis sendiri ,dan ada masalah menyangkut soal jumlah siswa di masing-masing daerah yang saling berbeda," ujar dia.
Dia menyinggung rencana Kemendikbud menyederhanakan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Meski setuju, DPR mengingatkan agar jangan sampai program ini malah membuat guru malas dalam menyusun rencana mengajar.
Menurut dia, perlu ada kebijakan lain untuk memastikan penyederhanaan RPP tersebut benar-benar berkontribusi positif pada proses belajar mengajar di sekolah.
Jangan Selera Menteri
Anggota Komisi X, Andreas Hugo Pareira menegaskan pentingnya payung hukum berupa Undang-Undang dalam menjamin sistem pendidikan yang berkelanjutan. Termasuk rencana Nadiem Makarim menghapus Ujian Nasional (UN).
"Harus masuk dalam Undang-Undang Sisdiknas. Saya lihat itu harus, jadi Menteri itu melaksanakan kebijakan berdasarkan Undang-Undang," ungkapnya, saat ditemui, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (12/12).
Payung hukum itu berupa Undang-Undang agar semua pihak patuh. Dengan demikian, kesan 'ganti Menteri ganti kebijakan' dapat dihindarkan.
"Jadi tidak berdasarkan selera tiap Menteri. Harus masuk di dalam Undang-Undang Sisdiknas kita," ujar dia.
Dia menyarankan proses penggantian UN yang dilakukan Nadiem saat ini dijalankan serentak dengan proses revisi Undang-undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
"Makanya sekarang sedang sekaligus satu jalan dengan revisi undang-undang Sisdiknas itu," ucapnya.
Hugo pun menampik penggunaan istilah 'penghapusan' UN. Menurut dia, lebih tepat bila menggunakan istilah 'penggantian' metode evaluasi belajar.
"Bukan penghapusan. Mengganti metode untuk mengevaluasi itu saya kira bahasa yang lebih tepat. Karena di dalam setiap proses termasuk pendidikan itu perlu ada evaluasi," jelas dia.
"Dan evaluasi itu kalau sekarang kita melihat evaluasi dengan ujian nasional yang sifatnya menyeluruh, seragam, sekarang diganti metode evaluasi dengan evaluasi terhadap kompetensi minimum siswa," imbuhnya.
Nadiem Pastikan Tetap Ada Standar Nasional
Nadiem menjawab semua pertanyaan anggota DPR. DIa mengakui ada banyak pihak yang mempertanyakan rencana penghapusan Ujian Nasional (UN). Salah satunya terkait kinerja pendidikan secara nasional tanpa UN.
"Banyak orang yang bilang, 'Wah bagaimana kok tidak ada standar persepsi?'," kata Nadiem.
Dia menjelaskan, standar nasional sesungguhnya sudah termuat di dalam kurikulum 2013. Dalam kurikulum 2013 telah ditentukan standar kompetensi dasar maupun standar kelulusan nasional.
"Ada tuh kalimat-kalimatnya, semua kompetensi yang dibutuhkan untuk lulus SD, SMP, lulus SMA. Jadinya kita dengan adanya kurikulum 2013 dan standar kelulusan level nasional, itu adalah standarnya nasional," imbuhnya.
Nadiem menegaskan, lewat program Merdeka Belajar, sekolah diberikan kedaulatan untuk menentukan kelulusan berdasarkan standar-standar tersebut. Tentunya dengan memperhatikan kondisi dan konteks pendidikan yang ada di daerah.
"Bagaimana penilaian dan bentuk soalnya itulah yang harusnya menjadi kedaulatan sekolah. Kenapa karena hanya sekolah lah yang mengetahui kapabilitas dan level dari pada anak SD," tegasnya.
Selain itu, sekolah juga memiliki kedaulatan dalam menerapkan standar kompetensi nasional dengan mempertimbangkan aspek lokalitas di daerah.
(mdk/noe)