Nelayan Jateng tolak penggunaan cantrang sampai akhir 2017
Polemik cantrang yang sudah berjalan sejak Januari 2015 dengan lahirnya Kepmen KP No 2 Tahun 2015 sampai sampai digantinya menjadi Permen KP 71 Tahun 2016 sudah 2,5 tahun berjalan. Riyono menilai dampaknya sudah parah bagi nelayan dan industri perikanan nasional.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Perhimpunan Petani Nelayan Seluruh Indonesia (PPNSI) Riyono menolak solusi yang ditawarkan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiasuti yang memperpanjang penggunaan cantrang di Jawa Tengah hingga akhir 2017.
Menurut Riyono, polemik cantrang yang sudah berjalan sejak Januari 2015 dengan lahirnya Kepmen KP No 2 Tahun 2015 sampai sampai digantinya menjadi Permen KP 71 Tahun 2016 sudah 2,5 tahun berjalan. Dia menilai dampaknya sudah parah bagi nelayan dan industri perikanan nasional.
"Sayangnya sampai 2017 ini konflik masih terus berjalan dan seolah Susi menutup mata terhadap fakta penderitaan nelayan dan industri perikanan, usulan Susi untuk memperpanjang penggunaan Cantrang ini bukan penyelesaian yang diharapkan oleh nelayan, ini hanya karena ketidakjelasan dalam menyelesaikan kasus cantrang. Bahkan menurut Teten Masduki Kepala SKP ini untuk seluruh Indonesia, Mana yang benar? Susi apa Teten?" kata Riyono kepada merdeka.com di Kota Semarang, Jawa Tengah, Kamis (4/5).
Riyono menjelaskan perpanjangan ini baru sebatas klaim di media yang secara yuridis tidak memiliki kekuatan hukum.
"Kami tidak ingin kembali terjadi nelayan-nelayan ditangkap di luar jawa karena alasan permen 71 Tahun 2016," katanya.
Selain itu, menurutnya, alasan bahwa cantrang merusak sampai sekarang belum pernah dibuka ke nelayan secara gamblang dan hanya klaim Susi secara sepihak.
"Kajian dan uji petik yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jateng bersama Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) dan nelayan bersama BBPI sebagai UPTD KKP Mei 2016 di Tegal membuktikan bahwa cantrang tidak merusak dan aman digunakan oleh nelayan," jelasnya.
Atas kondisi tersebut, Riyono meminta Menteri Susi mendengar dan tidak main klaim untuk pelestarian sumber daya alam.
"Sekarang hasilnya apa? Klaim kelestarian tidak jelas dan tidak bermanfaat untuk nelayan saat sekarang," katanya.
Di sisi lain, Riyono mengatakan bahwa pergantian alat tangkap yang diperuntukan bagi nelayan kecil di bawah 30 GT sampai 2017 juga masih sangat minim hanya 7-10 persen pelaksanaanya karena adanya gagal lelang di tahun 2016.
"Pergantian alat juga kontoversi karena alat yang digunakan belum tentu sesuai harapan nelayan, jka pergantian alat saja hanya 10 persen yang terealisasi, apakah ini yang namanya berhasil? Ini kegagalan yang nyata," kata pria yang juga anggota Komisi B DPRD Jateng ini.
Riyono menambahkan bahwa laut natuna dan arafurà yang dijanjikan untuk nelayan sampai sekarang tidak jelas realisasinya bagi nelayan Jateng.
"Klaim bahwa ada ratusan kapal yang ke timur menghasilkan keuntungan besar itu kapal dari mana? Dengan semakin tidak jelasnya regulasi yang dibuat oleh Susi maka solusi perpanjangan penggunaan cantrang sampai Desember 2017 bukan solusi tetapi bom waktu yang akan berdampak kepada ribuan rakyat kecil di Jateng dan Indonesia," kata politikus PKS Jateng ini.
Sebagaimana diketahui, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti memperbolehkan kembali penggunaan cantrang di Jateng sesuai arahan Presiden Joko Widodo. Susi mengatakan dirinya akan memberi alat penangkap ikan pengganti cantrang untuk nelayan yang memiliki kapal berukuran di bawah 10 gross tonage (GT).
Cantrang sejatinya sudah dilarang dalam Peraturan Menteri KKP Nomor 2 Tahun 2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets) di Wilayah Pengelolaan Perikanan RI.
Namun, nelayan merasa keberatan dengan aturan itu. Saat ini, jumlah kapal cantrang sendiri di Indonesia meningkat pesat. Di Jawa Tengah, jumlah kapal cantrang mencapai 3.209 unit pada 2004. Tiga tahun kemudian jumlahnya bertambah menjadi 5.100 unit.