Otto: Kalau JPU yakin harusnya tuntut Jessica hukuman mati
Otto Hasibuan menyebut JPU terlihat ragu-ragu dalam menuntut kliennya itu. Sebab, kata Otto, kalau JPU yakin Jessica pelakunya kenapa tak langsung tuntut dengan hukuman mati saja.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa Jessica Kumala Wongso untuk dihukum selama 20 tahun penjara. Para jaksa merasa fakta selama 26 kali sidang, tidak ada bukti menunjukkan terdakwa Jessica bisa lolos dari jerat hukumnya.
Menanggapi itu, Ketua tim penasihat hukum terdakwa, Otto Hasibuan menyebut JPU terlihat ragu-ragu dalam menuntut kliennya itu. Sebab, kata Otto, kalau JPU yakin Jessica pelakunya kenapa tak langsung tuntut dengan hukuman mati saja.
"Iya dong (JPU) ragu-ragu. Banyak sekali, yang tidak sesuai. Nanti kita jelaskan di pledoi yang pasti bagi kami, satu hari atau 20 tahun sama. Kalau dia (jaksa) yakin harusnya hukuman mati aja," kata Otto usai persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (5/10) malam.
Otto menegaskan keberatan atas tuntutan kepada kliennya. Bagi Otto kliennya itu sama sekali tidak layak untuk dituntut. "Apa bedanya satu hari dengan 20 tahun? Bagi saya, bagi Jessica, dan bagi kita sama saja. Satu hari pun sebenernya tidak layak, karena tidak ada bukti," jelasnya.
Otto menyebut banyak kesimpulan yang ditambah dan dikurangi. Semisal, banyaknya racun sianida dituangkan dalam es kopi Vietnam diminum Mirna. Padahal tak ada seorang saksi yang menyatakan jumlah racun sianida masuk ke dalam minuman dipesan Jessica untuk Mirna.
"Saya enggak habis fikir ya dari mana jaksa mengambil.mengambil kesimpulan 5 gram itu. Jutaan orang penduduk Indonesia menonton, rekaman itu ada. Kalau sampai jaksa mengatakan 5 gram itu ada, berarti dia pegang barang itu dong, dia timbang barang itu, dia juga tahu orang memberikan memasukan kedalam gelas 5 gram," papar Otto.
"Ya jadi, siapa yang melakukan itu. Bisa tau 5 gram. Saya sangat prihatin kenapa menambah-nambah padahal tidak ada. Bahkan juga banyak mengurang-ngurangi, contohnya, di dalam kesimpulan ada yang mengatakan pipinya (Mirna) merah, padahal itu dikasih perona merah (blushon make up). Itu dari visum et repertumnya, tapi tidak disebutkan peronanya tapi disebut merah saja," sambung Otto.
Tak hanya itu, Otto juga menjelaskan JPU menyatakan ada keterangan saksi fakta bernama Lia bertugas untuk mengurusi jenazah Mirna setelah dilakukan pengawetan dengan formalin. Padahal selama persidangan, Otto yakin benar JPU tidak membacakan BAP milik Lia.
"Lantas, jaksa juga bilang ada berita acara nya lia (petugas pemberi formalin) yang dibacakan padahal kapan dibacainnya? Dia bilang di bacain, padahal enggak," terangnya.