Panggil 42 saksi, polisi dalami pembunuhan 2 WN Jepang
Kapolresta Denpasar, Kombes Pol Hadi Purnomo mengatakan, saat ini ada 42 orang saksi yang sudah diperiksa.
Polresta Denpasar terus mendalami kasus kematian pasutri asal Jepang yang diduga dibunuh lalu di bakar. Bahkan sejumlah pihak telah dipanggil untuk dimintai keterangannya.
Kapolresta Denpasar, Kombes Pol Hadi Purnomo mengatakan, saat ini ada 42 orang saksi yang sudah diperiksa.
"Sudah ada 42 orang saksi yang kami periksa. Saksi itu dari tetangga, anak angkat, pembantu, bahkan anak korban sendiri yang dari Jepang," katanya di Polresta Denpasar, Selasa (12/9).
Dia mengungkapkan, sampai saat ini belum ada satupun orang yang dicurigai terkait pelaku pembunuhan dua orang tersebut. Walaupun begitu, saksi kasus ini akan bertambah terus, pasalnya rekan kerja korban yang ada di Jepang pun akan dipanggil.
"Rekan kerja dari korban yang juga asal Jepang akan kami datangkan juga untuk bersaksi," tutup Hadi.
Sebelumnya diberitakan, kondisi kedua jasad mengenaskan hingga tak bisa dikenali. Ditemukan juga luka tusuk di punggung dan perut. Bahkan ada luka iris di leher pada jasad Nurio.
Hasil identifikasi, kedua korban dibunuh orang dekat. Jumlah terduga pelaku diperkirakan lebih dari satu orang. Namun hingga kini polisi belum menangkap terduga pelaku.
10 saksi sudah diperiksa. Polisi juga masih mencari barang bukti yang digunakan pelaku.
Diduga usai dibunuh, Nurio dan Hiroko disiram bensin yang diambil pelaku dari mobil korban di garasi. Dugaan tersebut setelah diketahui tutup tangki mobil dalam kondisi terbuka.
Agar kasus kematian ini segera terungkap, Polresta Denpasar sampai membentuk tim khusus. Polda Bali juga dilibatkan untuk mempercepat penyelidikan.
Autopsi yang dilakukan tim forensik RSUP Sanglah kemarin juga sudah rampung. Tim dokter mengambil sampel cairan untuk diteliti di laboratorium toksikologi, tujuannya mencari kemungkinan adanya racun dalam tubuh korban.
Selain itu juga patologi anatomi, untuk mencari tahu apakah ada penyakit atau tidak dalam tubuh korban.