Pasangan cagub Bengkulu dipertanyakan stastus lawannya di Pilkada
Hasil Pilkada Bengkulu tahun 2015, berbeda dengan ratusan kasus sengketa hasil Pilkada di MK.
Pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sultan Bachtiar Najamudin dan Mujiono menuding lawannya pasangan Ridwan Mukti dan Rohidin Mersyah melakukan politik uang. Pihaknya aneh tidak ada sanksi tegas atas pelanggaran itu.
"Terbukti ada penyuapan terhadap Panitia Pemilihan Kecamatan, tapi pasangan calon tidak didiskualifikasi," kata Zetriansyah selaku kuasa hukum Bachtiar-Mujiono di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Selasa (12/1).
Seperti diberitakan Antara. Hal itu dia katakan usai menghadiri sidang perselisihan hasil Pilkada tahap dua serentak 2015 dengan agenda mendengarkan jawaban Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan pihak terkait.
Pada kesempatan yang sama, Bachtiar sebagai pihak pemohon mengatakan bahwa kasus politik uang ini sudah terbukti dan pemberi uang sudah tertangkap tangan.
"Si penerima uang sudah dipecat oleh KPU, tapi kenapa si pemberi uang belum dipecat, dan si pemberi uang ini prosesnya tertangkap tangan dan diadili. Sekarang yang kami minta adalah keadilan," kata Bachtiar.
Kuasa hukum Sultan B Najamudin-Mujiono lainnya, Yusril Ihza Mahendra menyebut, hasil Pilkada Bengkulu tahun 2015, berbeda dengan ratusan kasus sengketa hasil Pilkada yang masuk ke Mahkamah Konstitusi (MK). "Bengkulu ini agak berbeda dengan ratusan kasus sengketa yang masuk ke MK saat ini. Kasus Bengkulu ini nyata dan sudah ada putusan DKPP," jelas Yusril.
Yusril mengatakan, Putusan DKPP itu dikeluarkan pada 12 November 2015, menyatakan penerimaan uang yang dilakukan anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Singaran Pati Ahmad Ahyan sebagai penyelenggara pemilu dari pasangan calon gubernur Ridwan Mukti-Rohidin Mersyah tidak dapat dibenarkan menurut etika dan hukum.
Ahmad Ahyan telah dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran etika dan diberi sanksi pemberhentian tetap sebagai anggota PPK oleh DKPP. Meski begitu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan jajarannya sebagai pelapor, belum menindaklanjuti lagi proses kasus politik uang itu.
Dia melanjutkan, bila kasus politik uang pasangan calon gubernur dibawa ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN), besar kemungkinan enggan menindaklanjuti karena Pilkada telah usai. Padahal, sesuai UU Pilkada, calon yang terbukti melakukan pelanggaran politik uang berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dan dikenai sanksi pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sebelumnya, dalam sidang pendahuluan pada Kamis (7/1) lalu, Zetriansyah menyebutkan bahwa telah terbukti adanya penyuapan terhadap Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Singaran Pati bernama Ahmad Ahyan yang dilakukan oleh pasangan calon Ridwan-Rohidin.
Zetriansyah juga mengungkapkan bahwa Ahmad bahkan telah dipecat berdasarkan putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) karena terbukti menerima uang suap sebesar lima juta rupiah. Pihaknya mengklaim bahwa ini adalah satu-satunya kasus politik uang yang tertangkap tangan dan diputuskan oleh DKPP.