Pemkot & Polresta Solo sisir mi Korea mengandung Babi di mini market
Pengecekan produk makanan dan minuman gencar dilakukan Pemkot sebagai persiapan menjelang Hari Raya Idul Fitri. Menurutnya, meningkatnya kuantitas perdagangan pangan, sering dimanfaatkan pihak yang tidak bertanggungjawab untuk mencari keuntungan sesaat.
Maraknya peredaran mi instan asal Korea Selatan yang mengandung fragmen DNA spesifik babi membuat Pemerintah Kota dan Polresta Solo melakukan langkah antisipasi. Tim gabungan menyisir sejumlah toko ritel modern untuk mencari produk yang tak lolos uji Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) itu.
Di pasar ritel Lottemart dan Superindo, tim tidak menemukan keempat produk tersebut, Samyang U-dong, Samyang Kimchi, Nongshim Shin Ramyun Black dan Ottogi Yeul Ramen. Tim hanya menemukan varian produk lain mi instan tersebut dan tidak melakukan penyitaan.
Sebelumnya tim gabungan menemukan ratusan makanan dan minuman kedaluwarsa di Toko Ratna di Jalan M. Yamin Jayengan, Solo. Aneka makanan ringan dari berbagai merek seperti inaco, nyam nyam, kentang goreng produk Siantar Top, Lays yang sudah kedaluwarsa, ditemukan menumpuk dalam puluhan kardus di teras dan dalam bangunan rumah.
"Kamu memang sengaja menempatkan barang makanan dan minuman kedaluwarsa, serta rusak ditumpuk di teras. Ini akan kami kembalikan ke pabrik melalui sales produk makanan dan minuman masing-masing," kilah pemilik distributor, Ratna Hendrawati, Senin (19/6).
Tim kemudian melanjutkan penyisiran ke sejumlah pasar tradisional. Yakni Pasar Turisari atau Pasar Nongko. Di kedua pasar, tim menemukan kerupuk yang mengandung rodhamin B atau zat pewarna tekstil.
"Kami memang tidak menyita barang temuan yang sudah kedaluwarsa dan kerupuk yang mengandung zat rodhamin B. Kita hanya memberikan pembinaan dan pendataan pedagang," kata Kepala Seksi (Kasi) Farmasi Makanan Minuman dan Perbekalan Kesehatan DKK Solo, Anom Yuliansyah.
Dia menambahkan pengecekan produk makanan dan minuman gencar dilakukan Pemkot sebagai persiapan menjelang Hari Raya Idul Fitri. Menurutnya, meningkatnya kuantitas perdagangan pangan, sering dimanfaatkan pihak yang tidak bertanggungjawab untuk mencari keuntungan sesaat.