Pendidikan kebangsaan terabaikan membuat radikalisme tumbuh subur
Menanggapi adanya ancaman kebhinekaan dan berbagai permasalahan bangsa Indonesia lainnya, sejumlah tokoh nasional lintas agama berkumpul di Yogyakarta untuk membahas berbagai upaya yang harus dilakukan untuk mempertahankan keutuhan Indonesia.
Ancaman kebhinekaan belakangan ini mulai marak muncul di Indonesia. Rongrongan dari kelompok intoleran dan radikal tak henti-hentinya mengancam kebhinekaan Indonesia.
Menanggapi adanya ancaman kebhinekaan dan berbagai permasalahan bangsa Indonesia lainnya, sejumlah tokoh nasional lintas agama berkumpul di Yogyakarta untuk membahas berbagai upaya yang harus dilakukan untuk mempertahankan keutuhan Indonesia.
Tokoh nasional lintas agama yang berkumpul di antaranya adalah Buya Ahmad Syafii Maarif, KH Ahmad Mustofa Bisri, Kardinal Julius Dharmaatmadja, Prof M Quraish Shihab, Ibu Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, Bhikku Nyana Suryanadi, Mohamad Sobary, Pendeta Gomar Gultom, Prof Abdul Munir Mulkan dan KH Imam Azis.
Dari rekomendasi yang dihasilkan untuk memerbaiki kondisi Indonesia ke depannya, para tokoh nasional lintas agama ini menilai bahwa kearifan lokal dan Pancasila menjadi salah satu pondasi untuk memertahankan kebhinekaan Indonesia. Pascareformasi, Pancasila dan kearifan lokal terlupakan dan tak lagi dipelajari.
Menurut Kus Kuswanto, tokoh lintas agama, saat ini ada sekelompok orang yang mengingkari adanya kebhinekaan. Sekelompok orang ini merasa dirinya paling benar.
"Tumbuh suburnya radikalisme ini karena adanya kegamangan demokrasi dan keagamaan. Pendidikan kebangsaan yang terabaikan juga ikut membuat radikalisme tumbuh subur," ujar Kus Kuswanto di UC UGM pada acara Seruan Sesepuh Bangsa, Jumat (26/5).
Kesenjangan perekonomian yang saat ini terjadi di Indonesia, lanjut Kus Kuswanto, juga turut andil menjadi pemicu permasalahan bangsa. Kesenjangan perekonomian ikut melahirkan kecemburuan sosial di masyarakat.
"Indonesia punya sejarah panjang bahkan sebelum merdeka di tahun 1945, ratusan tahun yang lalu permasalahan Kebhinekaan sudah ada. Akhirnya di tahun 1945 bangsa Indonesia menemukan kunci untuk mengatasi permasalahan kebhinekaan yaitu Pancasila," papar Kus Kuswanto.
Melemahnya pemahaman Pancasila saat ini, kata Kus Kuswanto, perlu kembali dikuatkan. Pancasila, UUD 1945 dan kebhinekaan harus kembali ditegakkan.
"Kearifan lokal juga perlu diperhatikan. Jangan sampai diabaikan. Sebab kearifan lokal sudah terbukti mampu mengatasi konflik. Selama ini kearifan lokal banyak diabaikan," ungkap Kus Kuswanto.
Kardinal Julius Dharmaatmadja menyampaikan bahwa persaudaraan sejati penting untuk terus dirawat oleh bangsa Indonesia. Persaudaraan sejati tidak hanya menjadi harapan Tuhan tetapi juga dimaksudkan untuk menyejahterakan satu sama lain.
"Kita harus bersaudara satu sama lainnya. Allah menciptakan perbedaan sebagai salah satu kekayaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Kita semua harus mampu melihat keberagaman sebagai kekayaan yang saling melengkapi. Jika ada orang menzalimi orang yang lainnya, Allah sendiri akan terkena. Sebab manusia adalah ciptaan Allah yang dikasihi," ujar Kardinal Julius Dharmaatmadja.
Kardinal Julius Dharmaatmadja menerangkan bahwa kesalehan hidup tak hanya dinilai dari berdoa saja. Berbuat baik pada orang lain, lanjut Kardinal Julius Dharmaatmaja juga menjadi bentuk kesalehan dalam dalam hidup.
"Landasan kebersamaan satu sama lain bersumber pada iman kita masing-masing. Allah menciptakan kita dalam keberagaman. Keberagaman menjadi wujud kesempurnaan Allah. Kita menghormatinya dalam bentuk persaudaraan. Tumbuh dari bawah dan akhirnya tumbuh di bidang politik. Kita harus saling bersaudara. Apapun yang dilakukan baik berpolitik, berdagang, berupaya apapun dituntun untuk menghormati sesama," ungkap Kardinal Julius Dharmaatmadja.
Sedangkan Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid menguraikan bahwa masyarakat harus menjaga dan merawat bangsa dan negara dari rongrongan SARA. Isu SARA yang dimainkan, kata Sinta memiliki tujuan untuk mengobrak-abrik bangsa Indonesia.
"Kita harus bersatu. Kita harus bergandengan tangan dan merapatkan barisan unruk melawan ketidakadilan dan kezaliman di Indonesia," pungkas Sinta.
Baca juga:
Imam Besar Istiqlal: Jihad bukan untuk menciptakan keonaran!
Cak Imin tegaskan NU dan MUI akan usaha maksimal perangi radikalisme
Syafii Maarif sebut pemerintah terlambat atasi ancaman kebhinekaan
Pemuda Indonesia diharap terlibat perangi radikalisme dan terorisme
Empat gagasan Presiden Jokowi perangi radikalisme dan terorisme
'Usir upaya intoleransi dan radikalisme di Indonesia'
-
Apa yang istimewa dari Yogyakarta? Pada zaman pendudukan Jepang, wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta disebut dengan istilah Yogyakarta Kooti.
-
Apa yang dilakukan Kama saat liburan di Yogyakarta? Anak-anak Zaskia Adya Mecca menemukan kebahagiaan dalam hal-hal sederhana seperti jajan gulali dan duduk santai di pinggir jalan.
-
Apa masalah utama yang dihadapi Yogyakarta terkait sampah? Sampah di Yogyakarta ini rasane ora kelar-kelar, ora uwis-uwis (rasanya enggak pernah selesai, enggak ada habisnya). Pertanyaannya, kepiye kok ngene? Gitu kan? Terus muncul timbunan sampah di 14 depo yang ada di kota,
-
Apa kegiatan Atta Halilintar di Yogyakarta? Jadi, aku tuh ada acara, ada undangan di Yogyakarta. Kebetulan aku di Yogya dan di sini terkenal dengan wisata kulinernya, jadi aku yakin Yogya pasti the best buat makanan. Istri pun nitip makanan," pungkas Atta dalam live streaming di YouTubenya.
-
Dimana Pesta Rakyat Simpedes 2023 di Yogyakarta diadakan? Dengan mengusung tema ‘Pede Raih Peluang’, acara yang digelar oleh Tabungan BRI Simpedes ini nantinya akan dilaksanakan pada 19 - 20 Agustus 2023 di Lapangan Parkir Stadion Mandala Krida Yogyakarta.
-
Kapan Yogyakarta mendapatkan status istimewa? Status keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta sendiri punya sejarah yang panjang. Sejarahnya bahkan sudah dimulai jauh sebelum undang-undangnya disahkan pada tahun 2012. Bahkan status keistimewaan itu sejatinya telah diperoleh sebelum kemerdekaan.