Pengamat sebut ijazah palsu fenomena gunung es pendidikan yang kacau
Sumber persoalan ijazah palsu ini diduga dari praktik komersialisasi pendidikan.
Laporan Menristek Dikti mengenai kasus ijazah palsu yang diduga dikeluarkan perguruan tinggi beken di luar negeri, Berkeley of Michigan University, dinilai sebagai sebuah fenomena gunung es dalam dunia pendidikan. Hal tersebut diungkapkan pengamat pendidikan dari Kampus Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta), Serang, Banten, Syadeli Hanafi.
Menurut Syadeli, keberadaan ijazah palsu bukan hal baru dalam dunia pendidikan. Sumber dari persoalan ijazah palsu ini adalah praktik komersialisasi pendidikan, yang hanya berorientasi pada uang.
"Makanya pendidikan hanya disederhanakan soal mendapatkan ijazah. Ijazah jadi segala-galanya. Makanya orang berani membayar sekian banyak uang untuk mendapatkan ijazah. Tujuannya dengan ijazah itu, orang akan mendapat pekerjaan yang kembali mendatangkan uang," kata Syadeli Hanafi kepada wartawan, Serang, Kamis (28/5).
Syadeli kembali mengingatkan kepada masyarakat agar mempertimbangkan akreditasi perguruan tinggi sebagai acuan untuk memilih pendidikan.
"Kita bisa lihat jaminan mutu pendidikannya. Karena kalau kampus yang benar, mulai dari tahapan seleksi mahasiswa hingga keberadaan mahasiswa terpantau Dikti. Jadi jelas proses pendidikannya, tidak asal dapat ijazah," ujarnya.
Syadeli mengatakan, ijazah palsu ini merupakan tahap akhir dari proses pendidikan yang palsu.
"Itu kan hanya ujung saja, sebelumnya pasti ada ujian palsu, kartu hasil studi (KHS) palsu, nilai palsu, dan skripsi palsu. Jual beli nilai dan skripsi itu sudah menjadi rahasia umum. Makanya kalau mau benar-benar membersihkan proses pendidikan harus dari akarnya. Jangan hanya ujungnya saja," tegasnya.
Menurutnya, pemalsuan ijazah merupakan pelanggaran hukum sebagaimana tertuang dalam pasal 67 Undang-Undang No 20 tahun 2003 yang menyatakan perseorangan, organisasi, atau penyelenggara pendidikan yang memberikan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, dan atau vokasi tanpa hak, dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan atau pidana denda paling banyak satu miliar rupiah.
Bagi penyelenggara perguruan tinggi yang dinyatakan ditutup berdasarkan Pasal 21 ayat (5) dan masih beroperasi dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan/atau pidana denda paling banyak satu miliar rupiah.
Untuk diketahui, Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohammad Nasir melaporkan temuan ijazah palsu yang dikeluarkan Universitas Berkeley of Michigan, Jalan Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat pada Selasa (26/5). Laporan tersebut sudah disampaikan kepada pihak Polri. Kapolri Jenderal Badrodin Haiti mengatakan institusinya akan memeriksa laporan ijazah palsu tersebut.