Pengungsi Rohingya di Aceh terserang diare hingga gizi buruk
Tim kesehatan menjamin pasokan obat selalu tersedia buat para pengungsi.
Sebanyak 682 pengungsi kaum Rohingya dan muslim Bangladesh sudah sepuluh hari bermukim di kamp pengungsian Pelabuhan Kuala Langsa, Kota Langsa, Aceh. Selama itu pula, banyak dari mereka mengeluh berbagai macam penyakit.
Dari pantauan merdeka.com di lokasi pengungsian, para pendatang Rohingya dan Bangladesh selalu menyambangi posko kesehatan buat berobat. Kebanyakan datang adalah kaum perempuan, lansia, dan anak-anak.
Menurut petugas kesehatan setempat, Nur Azrani, para pengungsi itu kerap mengeluhkan diare, gastritis (radang lambung), dan anemia (kekurangan darah). Bahkan, terdapat anak-anak para imigran mengidap anemia dan tegang otot, gizi buruk, hingga kekurangan cairan (dehidrasi).
"Ada juga yang hanya demam, sakit perut, luka-luka, semua kita obati," kata Nur Azrani, Senin (25/5).
Nur mengatakan, secara umum kondisi kesehatan 682 pengungsi baik kaum Rohingya dan Bangladesh sudah membaik. Berbeda dari sewaktu baru ditemukan. Mereka dalam kondisi kelaparan, terutama anak-anak yang kekurangan gizi. Bagi bayi yang mengalami kekurangan gizi, ujar Nur, mendapatkan penanganan medis yang khusus.
"Bagi anaknya yang mengalami kekurangan gizi, kita minta untuk selalu bawa ke sini untuk diperiksa," tambah Nur.
Menyangkut persediaan obat-obatan, tambah Nur, semua mencukupi. Pasokan kebutuhan peralatan medis untuk pertolongan pertama mencukupi. Bahkan bila ada pasien yang harus diinfus pun sudah tersedia peralatannya, meskipun fasilitas terbatas.
"Cukup. Obat dan lainnya, bahkan ada yang kita infus di sini. Kecuali kalau sudah tidak dapat kita tangani, baru kita rujuk," ucap Nur.