Perburuan Harta Karun Sriwijaya
Setiap hari ratusan warga berduyun-duyun mendatangi Sungai Pelimbangan di Desa Pelimbangan, Kecamatan Cengal, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Mereka meninggalkan pekerjaannya sebagai petani demi memburu harta karun diduga peninggalan Kerajaan Sriwijaya.
Setiap hari ratusan warga berduyun-duyun mendatangi Sungai Pelimbangan di Desa Pelimbangan, Kecamatan Cengal, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Mereka meninggalkan pekerjaannya sebagai petani demi memburu harta karun diduga peninggalan Kerajaan Sriwijaya.
Merdeka.com berkesempatan melihat secara langsung aktivitas warga yang telah berlangsung sejak beberapa tahun terakhir. Dari Palembang, merdeka.com menumpangi mobil travel menuju rumah keluarga di Dusun Kuningan, Kecamatan Sungai Menang.
-
Di mana situs Kerajaan Sriwijaya ditemukan? Pemancing Temukan "Pulau Emas", Situs Kerajaan Sriwijaya Berusia 400 Tahun Situs kerajaan Sriwijaya pada zaman dahulu yang dikenal sebagai Pulau Emas telah ditemukan para pemancing lokal yang melakukan penyelaman malam hari di Sungai Musi, Sumatera Selatan.
-
Siapa yang meyakini penemuan situs Kerajaan Sriwijaya? Sean Kingsley, arkeolog maritim asal Inggris meyakini penemuan tersebut, termasuk temuan patung Buddha emas seukuran batu rubi yang bernilai jutaan dolar.
-
Siapa nama raja Sriwijaya yang menjadi nama museum ini? Mengutip beberapa sumber, nama Museum Balaputera Dewa diambil dari nama raja Sriwijaya yang bertakhta pada abad ke-9 masehi dan juga mantan Kepala Dinasti Syailendra bernama Balaputeradewa.
-
Kapan Tarian Gending Sriwijaya resmi ditampilkan? Resmi Ditampilkan Setelah melewati rangkaian percobaan, Tari Gending Sriwijaya resmi dibawakan pada tanggal 2 Agustus 1945 dalam rangka menyambut pejabat Jepang dari Bukittinggi.
-
Siapa Sri Maharaja Tarusbawa? Menurut Wikipedia, Sri Maharaja Tarusbawa merupakan raja ke-13 dari Kerajaan Tarumanegara.
-
Bagaimana Tarian Gending Sriwijaya ditampilkan? Tarian ini dibawakan oleh gadis Palembang untuk menerima tamu penting. Palembang tak hanya terkenal dengan makanan khasnya, melainkan juga tradisi dan budayanya yang begitu beragam dan unik. Salah satu budaya Palembang yang terkenal adalah Tari Gending Sriwijaya.
Perjalanan ditempuh selama lima jam dari Palembang. Dusun itu berada di perbatasan antara Kecamatan Sungai Menang dan Cengal. Beberapa desa setelahnya terdapat Desa Sungai Ceper yang dikenal sebagai kampung produksi senjata api rakitan atau ilegal.
Untuk menuju desa itu diperlukan kendaraan yang laik dan fisik yang prima. Sebab, hampir sepanjang jalan menuju Kuningan dari ibukota kabupaten, Kayuagung, jalannya rusak parah.
Puluhan kilometer jalan hanya tanah merah berlobang. Jika berpapasan dengan kendaraan lain atau membelakangi mobil, debu tebal menutupi jalan sehingga mengganggu jarak pandang pengemudi.
Sisi kiri kanan jalan nampak perkebunan sawit dan karet milik perusahaan. Ada juga lahan bekas terbakar yang terlihat nampak baru.
Beruntung, jaringan listrik di Dusun Kuningan dan sekitarnya sudah terpasang, itu pun baru dua tiga tahun terakhir. Sebelumya, mereka menggunakan alat pembangkit listrik tenaga surya untuk penerangan.
Menurut Tador (45), warga Kuningan, jalan menuju desanya awalnya dibangun perusahaan yang beroperasi di sana atas permintaan warga setempat. Meski demikian, jalan itu menjadi akses satu-satunya menghubungkan antar desa dan antar kecamatan di kawasan Pantai Timur OKI.
"Kami bisa melewati jalan ini ketika musim kering saja, kalau musim hujan tidak bisa sama sekali. Siapa nekat melintas pasti kecelakaan atau kendaraannya tak bisa bergerak sama sekali," ungkap Tador kepada merdeka.com beberapa hari lalu.
Sejak dibangun, jalan itu tak pernah diperbaiki, apalagi dilakukan pengaspalan. Mereka hanya mendapati janji politik dari calon bupati saat Pilkada atau calon legislatif ketika pemilu agar mendapatkan suara.
"Janji-janji politik itu tinggal janji saja, berpuluh-puluh tahun kami tidak pernah menikmati jalan cor atau aspal. Untung ada listrik, kalau tidak dusun kami seperti kampung mati," ujarnya.
Keesokan harinya, merdeka.com mendatangi lokasi perburuan emas menggunakan sepeda motor. Lagi-lagi jalan yang dilewati tak kalah buruk dari akses lainnya.
Untuk menghindari debu, gaet memilih jalan pintas melewati kebun karet. Jalan itu jarang digunakan warga sehingga jarang sekali berjumpa dengan pemotor lain. Hanya babi hutan dan monyet yang berkeliaran mencari makan.
Satu jam berlalu, tibalah di Desa Cengal. Di sana istirahat sejenak sekedar memulihkan punggung yang terasa pegal akibat guncangan jalan rusak parah.
Dari Cengal menuju lokasi perburuan cukup jauh, memakan waktu dua jam. Soal jalan, tak kalah buruknya dengan jalan yang dilalui sebelumnya. Jika bernasib sial, ban bocor atau kerusakan mesin tak bisa dihindari.
Sungai Pelimbangan yang menjadi tempat pencarian harta karun berada di rawa-rawa, perbatasan perkebunan sawit perusahaan dan persawahan masyarakat. Untuk menjangkaunya melewati jalan tanah yang dibangun dari bekas normalisasi sungai, ada juga sengaja dibangun perusahaan untuk mengangkut hasil produksinya.
Sepanjang perjalanan dari Desa Pelimbangan menuju Sungai Pelimbangan, banyak ditemukan lahan-lahan bekas terbakar, bahkan masih terdapat sisa api dan asap di lahan gambut. Rumah-rumah walet dibangun di atas persawahan warga.
"Kayaknya kebakaran di sini sudah dibiarkan, helikopter tidak terlihat lagi, mungkin mereka sudah frustasi, api tak kunjung padam," kata guide yang menemani merdeka.com.
Kondisi Lokasi Pencarian Harta Karun
Dua jam perjalanan, tibalah di lokasi perburuan. Ratusan sepeda motor dan mobil terparkir di pinggir jalan. Banyak juga speedboat di ujung kanal menunggu penumpang atau sengaja disewa pemburu harta karun.
Di sungai itu setidaknya ada titik pencarian, diantaranya dua di kanal dan satunya lokasi perburuan baru yakni di rawa-rawa. Perburuan di tempat yang baru dilakukan karena ditemukan tiang-tiang rumah yang disinyalir tempat bermukim masyarakat masa lampau.
"Baru dapat tiang-tiang sama pecahan gerabah, karena kami gali baru setengah meter," ungkap Sukas (50), pemburu harta karun asal Cengal.
Kedatangan merdeka.com di lokasi menjadi pusat perhatian para pemburu emas Sriwijaya. Maklum, mereka heran melihat wajah asing, orang datangan, bukan dari warga sekitar.
"Sejak pencarian ramai diberitakan, kami jadi khawatir, tidak sembarang berkomunikasi dengan orang asing. Apalagi kata polisi gawean ini dilarang undang-undang, kami makin was-was," sambung dia.
Tak banyak bukti harta karun yang ditemui di lokasi. Warga hanya mendapati manik-manik, potongan emas sebesar ujung kuku, pecahan gerabah, tembikar, dan tiang-tiang rumah yang masih tertanam cukup dalam.
Tak ingin kemalaman, merdeka.com beranjak pulang. Baru setengah jam perjalanan, terjadi kebakaran hutan dan lahan ratusan hektare yang berada persis di pinggir jalan dan kanal.
Gaet nekat menerobos asap pekat dan panas dengan jarak pandang tak lebih dari dua meter. Sekitar sepuluh menit terkepung asap, merdeka.com akhirnya bisa kembali menghirup udara sedikit segar sambil menormalkan mata yang perih terpapar asap.
"Wah, kalau kita terkepung asap lima menit lagi saja, kita bisa mati kehabisan oksigen atau sesak. Kalau asapnya masih lama, saya mau nyemplung ke sungai, dari pada mati kena asap," kata gaet seusai selamat dari peristiwa itu.
Baru saja tiba di rumah tempat menginap di Dusun Kuningan, merdeka.com mendengar cerita warga adanya penemuan mayat dengan luka tembak di pipi tembus kepala di ujung kampung. Korban ternyata warga setempat yang pulang dari pasar membeli jengkol.
Kerumunan warga menyaksikan dari dekat kondisi korban yang masih berada di atas motornya dalam posisi roboh ke arah kiri. Terdengar suara histeris dari keluarga korban sambil menggerutu seakan-akan menyesalkan kejadian itu.
"Biasalah tembak menembak begini, kan pistol rakitan banyak, di Sungai Ceper banyak yang bikin senjata. Dulu orang mati pakai pisau, sekarang kena tembak," kata warga setempat.
Keesokan harinya ketika hendak pulang ke Palembang, lagi-lagi menemui rintangan. Kabut asap pekat menutupi jalanan, jarak pandang hanya terlihat kap mobil depan saja. Parahnya kabut asap membuat kendaraan di depan tak kelihatan, tiba-tiba sudah berpapasan di samping mobil.
"Mundur kena, maju kena, kalau jalan tak kelihatan seperti ini bisa-bisa kita masuk sungai," kata sopir travel.
Kondisi udara berangsur normal seiring hari mulai terang di pagi menjelang siang. Meski demikian, merdeka.com harus tetap 'menikmati' berjam-jam hancurnya jalan sebelum tiba di Kayuagung, ibu kota Kabupaten OKI.
(mdk/cob)