Perlu 'Kebisingan' Melawan TBC di Indonesia
Penyakit tuberkulosis (TBC) di Indonesia menempati peringkat ketiga di dunia, setelah India dan China. Jumlah kasus TBC yang ditemukan di Indonesia tercatat sebesar 824.000 dan kematian 93.000 per tahun atau setara dengan 11 kematian per jam.
Dokter Spesialis Paru dari Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan Erlina Burhan menyatakan diperlukan adanya tindakan yang berani agar bisa mencapai target eliminasi penyakit Tuberkulosis (TBC) pada tahun 2030 di Indonesia.
"Jika kita melanjutkan ‘bisnis seperti biasa’, kita tidak akan dapat mencapai target eliminasi TBC pada tahun 2030. Jadi silakan berinvestasi dan membuat 'kebisingan'. Ini yang saya katakan," kata Erlina dalam Webinar 1st Health Working Group Side Event on Tuberculosis-Day 2 yang diikuti di Jakarta, dikutip dari Antara, Rabu (30/3).
-
Kapan Tangkuban Perahu buka? TWA Gunung Tangkuban Parahu, dibuka setiap hari. TWA Gunung Tangkuban Perahu buka mulai pukul 07.00 pagi hingga 17.00 sore, dengan jam terakhir masuk pukul 16.00.
-
Kapan tengkorak ini ditemukan? Tengkorak ini ditemukan setelah tersembunyi selama 85 tahun di ruang bawah tanah museum. Sayangnya, semua dokumen yang bisa mengidentifikasi sisa-sisa ini telah hilang. Penemuan ini berasal dari penggalian yang dilakukan pada tahun 1929-1930 oleh tim penggalian gabungan Museum Penn dan Museum Inggris, yang dipimpin Sir Leonard Woolley di situs Ur, yang sekarang terletak di selatan Irak.
-
Kapan Tirta Gangga dibangun? Kompleks seluas satu hektare ini dibangun pada tahun 1946 oleh mendiang Raja Karangasem.
-
Kapan Tari Tabut ditampilkan? Ritual ini rutin dilakukan setiap tahunnya pada bulan Muharam yang diselenggarakan oleh pemerintah setempat.
-
Kenapa Tari Sining terancam punah? Sayangnya, seiring berjalan zaman yang semakin modern, Tari Sining sudah semakin menghilang dan memudar keberadaannya.
-
Siapa Pak Raden? Tanggal ini merupakan hari kelahiran Drs. Suyadi, seniman yang lebih akrab disapa dengan nama Pak Raden.
Erlina menuturkan, seluruh pihak sangat fokus dan saling berkolaborasi menangani Covid-19, baik dari pemerintah ataupun tenaga kesehatan. Namun sayangnya, hal yang tidak berlaku bagi pasien tuberkulosis.
Sehingga diperlukan sebuah tindakan berani agar pasien tuberkulosis dapat terpantau dan terlayani dengan baik. Salah satu yang bisa dilakukan adalah mencontoh penanganan dari Covid-19 yang tegas dalam menerapkan protokol kesehatan.
Adanya penerapan 3M seperti memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak ternyata juga cocok digunakan sebagai upaya pencegahan penyakit pernapasan yang menular lainnya seperti tuberkulosis, SARS, Mers, Ebola, Zika ataupun pandemi yang disebabkan oleh infeksi lainnya.
Menurut Erlina, pelacakan kasus tuberkulosis juga dapat dilakukan melalui penggunaan aplikasi digital seperti yang dilakukan oleh Aplikasi PeduliLindungi dan fitur baru Sijejak untuk menemukan kasus ataupun kontak erat.
"Kita tahu digital platform digital. Katakanlah, pengobatan bagi para penderita lewat Video Observer Treatment (VOT). Saya kira platform digital perlu juga untuk TBC," ujar Erlina.
Erlina menekankan, adanya sebuah tindakan yang berani amat sangat diperlukan bagi para penderita tuberkulosis. Sebab, pandemi Covid-19 telah memberikan dampak bagi semua penderita tuberkulosis.
Pasien tidak bisa datang ke fasilitas kesehatan meskipun memiliki gejala dan tidak melanjutkan konsumsi obat meskipun sudah habis.
Pandemi juga menyebabkan terjadinya gangguan pada layanan diagnostik dan pengobatan tuberkulosis. Tak hanya itu, pendanaan dari pemerintah dan deteksi pada kasus tuberkulosis juga mengalami penurunan.
Akibatnya, terjadi peningkatan angka kasus resistensi obat, angka kematian juga pada angka penularan.
Oleh karenanya, dirinya berharap setiap pihak baik dari pemerintah maupun non-pemerintah dapat berkolaborasi guna menghasilkan sebuah inovasi ataupun cara untuk mengelola dan mengobati para pasien tuberkulosis khususnya pada era pandemi Covid-19.
“Ini sangat melelahkan. Jadi tolong fokus juga pada pengobatan preventif (bagi pasien TBC),” ujar dia.
Data TBC di Indonesia
Penyakit tuberkulosis (TBC) di Indonesia menempati peringkat ketiga di dunia, setelah India dan China. Jumlah kasus TBC yang ditemukan di Indonesia tercatat sebesar 824.000 dan kematian 93.000 per tahun atau setara dengan 11 kematian per jam.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berencana melakukan skrining besar-besaran tahun ini untuk menemukan dan mengobati kasus tersebut. Upaya ini dilakukan mengingat dari total kasus TBC, baru 49 persen yang ditemukan dan diobati.
Sementara itu, ada sekitar 500.000-an orang yang belum diobati dan berisiko menjadi sumber penularan TBC.
"Untuk itu, upaya penemuan kasus sedini mungkin, pengobatan secara tuntas sampai sembuh merupakan salah satu upaya yang terpenting dalam memutuskan penularan TBC di masyarakat," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Kemenkes, Didik Budijanto dikutip dari siaran pers Kemenkes, Rabu (23/3).
Didik menyebut, Kemenkes akan menskrining TBC terhadap 500.000 kasus yang belum ditemukan. Skrining dilakukan dengan peralatan X-Ray Artificial Intelligence untuk memberikan hasil diagnosis TBC yang lebih cepat dan lebih efisien.
"Termasuk bi-directional testing bagi penderita diabetes agar mereka mendapatkan pengobatan TBC sedini mungkin," ucapnya.
Saat ini, Kemenkes tengah mengupayakan pengadaan alat-alat yang dibutuhkan untuk pelaksanaan skrining TBC. Dia yakin melalui proses skrining ini, pemerintah bisa mempercepat eliminasi TBC di tahun 2030.
Dia menjelaskan, sebanyak 91 persen kasus TBC di Indonesia adalah TBC paru yang berpotensi menularkan kepada orang yang sehat di sekitarnya. Saat ini, penemuan kasus dan pengobatan TBC yang tinggi telah dilakukan di beberapa daerah di antaranya Banten, Gorontalo, DKI Jakarta, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Barat.
Sementara daerah dengan kasus TBC paling banyak terkonsentrasi di Pulau Jawa seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah.
"Sebenarnya TBC itu biasanya ada di daerah yang padat, daerah kumuh, dan daerah yang PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat)-nya kurang, di situ potensi penularan TBC nya tinggi," jelas Didik.
Dia kemudian mengungkapkan gejala-gejala awal muncul TBC yang perlu dikenali masyarakat. Misalnya seseorang mengalami batuk karena TBC menyerang saluran pernapasan dan juga organ pernapasan.
Batuk yang terjadi berdahak terus-menerus selama 2 sampai 3 minggu atau lebih. Kemudian sesak napas, nyeri pada dada, badan lemas dan rasa kurang enak badan, nafsu makan menurun, berat badan menurun, dan biasanya yang muncul adalah berkeringat pada waktu malam hari meskipun tidak melakukan kegiatan apapun.
(mdk/rnd)