Pidato Soekarno tak pernah buat ngantuk
Presiden SBY kerap marah saat pidatonya dicueki oleh audiens. Hal ini sangat berbeda dengan pidato Bung Karno.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kerap marah saat pidatonya dicueki oleh audiens. Saat SBY pidato kadang ada beberapa peserta yang malah mengobrol, bahkan tertidur lelap. Hal ini berbeda sekali dengan Presiden RI pertama Soekarno saat berpidato. Audiens dibuat terpukau mendengarkan pidato Soekarno walaupun panjangnya berjam-jam.
Soekarno dikenal sebagai orator ulung sejak berusia muda. Semasa indekos di Surabaya, Soekarno berlatih pidato sambil berteriak-teriak di kamarnya yang sempit.
"Biasa, Soekarno sedang berusaha menyelamatkan dunia," sindir teman-teman Soekarno yang waktu itu sama-sama indekos di rumah Ketua Sarekat Islam, HOS Cokroaminoto, jika mendengar Soekarno berteriak-teriak di malam hari.
Soekarno berpidato pertama kali berpidato saat menggantikan Cokroaminoto dalam sebuah pertemuan. Pidato pemuda belasan tahun itu berhasil membakar semangat peserta rapat. Selanjutnya, Soekarno sering dipercaya menggantikan Cokroaminoto berpidato.
Di Bandung, Soekarno makin menunjukkan eksistensinya sebagai orator ulung. Pidato-pidatonya di depan puluhan ribu rakyat membakar semangat. Suaranya naik turun mengikuti irama pidatonya. Jika memaki kolonial, maka Soekarno akan berteriak sejadi-jadinya. Tangannya mengepal ke udara, meninju langit. Hal ini pula yang menyebabkan Soekarno selalu diawasi polisi Belanda. Mereka takut pidato Soekarno akan membuat rakyat bangkit melawan penjajah.
Setelah kemerdekaan Republik Indonesia, pidato 17 Agustus yang dibacakan Soekarno selalu dinanti. Walau ada teks, Soekarno tak terpaku pada isi teks tersebut. Dia selalu berimprovisasi. Maka puluhan ribu orang akan berduyun-duyun untuk menyaksikan pidato Soekarno.
Salah satu di antara kerumunan orang itu adalah Ali Sadikin. Saat itu Bang Ali masih perwira muda Angkatan Laut. Dia penasaran ingin melihat langsung Soekarno berpidato. Dan benar saja, berjam-jam Bang Ali terpesona melihat Soekarno berpidato di atas panggung.
Wartawan legendaris dari Associated Press, Peter Barnett, juga kagum mendengar pidato-pidato Soekarno. Dia sampai menjuluki Soekarno sebagai 'the great orator'.
"Tak seorang pun menjadi bosan bila mendengarkan pidatonya. Bung Karno memang menguasai psikologi massa. Ditambah dengan keahliannya berbicara dan pengetahuannya yang amat luas, memang tak salah jika ia disebut singa mimbar tanpa tandingan," ujar ajudan Soekarno Bambang Widjanarko.
Karena itu pula, Bambang menderita sakit pada saraf belakang. Dia terlalu lama berdiri tegak dalam sikap sempurna. Wajar saja, sebagai perwira TNI ajudan presiden, Bambang dituntut selalu berdiri tegak jika Soekarno berpidato. Tapi dengan bijak Soekarno mengakalinya. Dia punya cara khusus agar Bambang tak selalu harus bersikap tegak.
Seperti saat berpidato di Merauke setelah Irian Jaya berhasil direbut, Soekarno berpidato di depan masyarakat Papua.
"Inilah ajudan saya, Kolonel Bambang Wijanarko, dan dia beragama Kristen Katolik, sama dengan saudara-saudara sekalian," teriak Soekarno.
Bambang pun bisa sedikit bergerak dan tersenyum menyapa audiens. Dia tahu itu strategi Soekarno agar dirinya bisa sedikit mengendurkan sikap sempurnanya.
"Bung Karno memang orator besar," puji Bambang dalam buku Sewindu Dekat Bung karno yang diterbitkan Kepustakaan Populer Gramedia.