Pimpinan MPR Nilai Maklumat Larangan Penyebaran Konten FPI Bahayakan Kebebasan Pers
"Namun, yang perlu dipahami adalah pembatasan hak tersebut harus dilakukan melalui undang-undang, bukan berdasarkan Maklumat Kapolri. Apalagi hierarki aturan hukum di Indonesia tidak mengenal istilah Maklumat Kapolri," ujar dia.
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (HNW), mendukung sikap praktisi Pers yang mempersoalkan Maklumat Kapolri Pasal 2 huruf d. Isi maklumat tersebut ialah melarang penyebaran konten terkait Front Pembela Islam (FPI).
HNW merujuk kepada ketentuan Pasal 28F UUD NRI 1945 yang berbunyi, ‘Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.’
-
Siapa Farida Nurhan? Inilah salah satu sudut rumah Farida Nurhan di kampung halamannya, yaitu di Kota Lumajang. Rumah ini tampak sangat jauh dari citra tajir melintir dan popularitasnya sebagai seorang food vlogger yang dikenal.
-
Kapan Ipda Febryanti Mulyadi lahir? Inilah salah satu potret Febryanti Mulyadi, wanita kelahiran 4 Februari 2004, saat tidak berdinas.
-
Siapa Ipda Febryanti Mulyadi? Nama Ipda Febryanti Mulyadi sedang menjadi sorotan publik, setelah kehadirannya viral lewat sejumlah video di TikTok yang tayang ribuan kali. Wanita berhijab ini, salah satu polwan termuda lulusan Akademi Kepolisian (Akpol), telah menorehkan prestasi gemilang sebagai Kepala Unit Kejahatan & Tindak Kekerasan (Kanit Jatanras) di Polres Klaten.
-
Siapa Nurul Hikmah? Pada Rabu (24/7) lalu, sebanyak 991 mahasiswa program pascasarjana UGM menjalani upacara wisuda. Di antara mereka ada Nurul Hikmah (25). Dia berhasil lulus dari Program Studi Magister Farmasi Klinik, Fakultas Farmasi UGM, dengan IPK sempurna 4.00.
-
Di mana Fadel Islami berkampanye menjelang pemilu? Bacaleg PAN sejak pertengahan 2023, Fadel mulai kampanye di berbagai wilayah Provinsi Banten, didampingi oleh istri setianya, Muzdalifah.
Menurutnya, ketentuan kebebasan mendapatkan dan mencari informasi merupakan hak asasi manusia yang bersifat derogable atau bisa dibatasi. Dan ketentuan pembatasannya merujuk kepada Pasal 28J ayat 2.
"Namun, yang perlu dipahami adalah pembatasan hak tersebut harus dilakukan melalui undang-undang, bukan berdasarkan Maklumat Kapolri. Apalagi hierarki aturan hukum di Indonesia tidak mengenal istilah Maklumat Kapolri," ujarnya, Sabtu (2/1).
Wakil Ketua Majelis Syuro PKS ini menilai, Maklumat Kapolri tersebut berlebihan apabila diperuntukan untuk membatasi hak asasi yang berdampak negatif untuk kebebasan Pers yang dijamin oleh konstitusi. Terlebih, hak asasi tersebut telah diturunkan ke dalam Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Yang menyatakan bahwa 'untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh dan menyebarluaskan gagasan dan informasi' .
"Jadi, berbekal ketentuan itu, wajar apabila dewan pers dan komunitas pers mempertanyakan dan menolak karena khawatir terhadap pelarangan yang bisa menghalangi kebebasan pers dan kebebasan publik tersebut," ucapnya.
Terlebih, lanjut dia, saat ini sejumlah media sedang aktif memberitakan dan menginvestigasi penembakan 6 anggota FPI, yang menjadi perhatian luas dari publik.
"Karenanya dikhawatirkan larangan itu akan berdampak kepada pengusutan tuntas dan adil terhadap kasus yang oleh banyak pihak disebut masuk kategori pelanggaran HAM berat tersebut," ujarnya.
Di sisi lain, HNW juga mengapresiasi sikap Kadiv Mabes Polri Irjen Pol Argo Yuwono yang menjelaskan bahwa maklumat tersebut tidak untuk bertentangan dengan UU Pers. Serta konten yang tak boleh diunggah dan diunduh yang dimaksud dalam Maklumat adalah berita bohong, adu domba, SARA kerusuhan dan lain-lain yang terkait FPI.
Dia mengatakan, bila hal itu yang dimaksud oleh Kapolri, seharusnya isi Pasal 2 huruf d Maklumat tersebut direvisi atau diperbaiki. Menurutnya, memang banyak berita terkait FPI yang hoaks, tapi juga banyak berita soal FPI yang tidak ada unsur bohong dan SARA-nya.
Misalnya, kegiatan kemanusiaan FPI untuk bantu warga korban tsunami, bencana alam dan membantu disinfektanisasi Gereja. Serta banyak informasi terkait FPI yang menegaskan bahwa FPI tidak mendukung terorisme, bahkan menolak ISIS. Termasuk penegasan FPI tidak melawan Negara, TNI, Polisi dan FPI komitmen dengan Pancasila dan NKRI.
"Sebaiknya Pasal 2 huruf d Maklumat tersebut segera direvisi atau diperbaiki, agar tidak terjadi bias di lapangan, sehingga berujung kepada kriminalisasi terhadap banyak orang, termasuk para jurnalis yang ingin melaksanakan UU Pers serta hak asasi mereka dan warga negara untuk memperoleh dan mencari informasi berimbang untuk mendapatkan/menyebarkan kebenaran informasi/berita terkait FPI," pungkasnya.
Diberitakan, Kapolri Jenderal Idham Azis mengeluarkan maklumat bernomor: Mak/1/I/2021 tanggal 1 Januari 2021 tentang kepatuhan terhadap larangan kegiatan penggunaan simbol, dan atribut serta penghentian kegiatan Front Pembela Islam (FPI). Maklumat ini keluar sesuai surat keputusan bersama (SKB) enam menteri yang dikeluarkan pada 30 Desember 2020.
Ada empat hal disampaikan Kapolri dalam maklumatnya tersebut. Salah satunya isi maklumatnya meminta masyarakat tidak mengakses, mengunggah, dan menyebarluaskan konten terkait FPI baik melalui website maupun media sosial yang terdapat di Pasal 2d.
Namun maklumat yang terdapat dalam Pasal 2d itu dinilai mengancam jurnalis dan media yang tugas utamanya adalah mencari informasi dan menyebarluaskannya kepada publik. Insan pers yang tergabung dalam organisasi jurnalis pun menyatakan sikap mengecam maklumat Kapolri khususnya Pasal 2d tersebut.
"Maklumat Kapolri dalam Pasal 2d itu berlebihan dan tidak sejalan dengan semangat kita sebagai negara demokrasi yang menghargai hak masyarakat untuk memperoleh dan menyebarkan informasi. Soal ini tertuang jelas dalam Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan, “
“Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia," tulis keterangan para jurnalis yang tergabung dalam organisasi tersebut seperti dikutip merdeka.com, Jumat (1/1).
Maklumat Kapolri ini dinilai mengancam tugas jurnalis dan media, yang karena profesinya melakukan fungsi mencari dan menyebarkan informasi kepada publik, termasuk soal FPI. Padahal hak wartawan untuk mencari informasi itu diatur dalam Pasal 4 Undang-undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, yang isinya menyatakan "(3) Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi."
Isi maklumat Kapolri yang menyatakan akan memproses siapa saja yang menyebarkan informasi tentang FPI dinilai sebagai 'pelarangan penyiaran'. Aturan itu dianggap bertentangan dengan pasal 4 ayat 2 Undang-undang Pers.
Para jurnalis tergabung dalam organisasi itu mendesak Kapolri mencabut pasal 2d dari Maklumat itu karena mengandung ketentuan yang tak sejalan dengan prinsip negara demokrasi. Maklumat itu pun dinilai tak senafas dengan UUD 1945 dan bertentangan dengan Undang Undang Pers.
"Menghimbau pers nasional untuk terus memberitakan pelbagai hal yang menyangkut kepentingan publik seperti yang sudah diamanatkan oleh Undang Undang Pers."
Baca juga:
Aliansi Organisasi Masyarakat Sipil Nilai Maklumat Kapolri Soal FPI Membatasi HAM
Eks Sekretaris Bantuan Hukum FPI Sebut Front Persatuan Islam Berdiri Dilindungi UUD
Polri Pastikan Maklumat Kapolri Soal Konten FPI Tidak Terkait UU Pers
Pimpinan DPR Sarankan Pihak yang Tolak Pembubaran FPI Tempuh Jalur Hukum
Komentari Kultwit Mahfud MD soal FPI, Andi Arief Singgung Bisikan 'Jenderal Tua'