Pisang ijo dan pisang epe buatan mertua yang selalu bikin kangen
Kata Dewi, kalau di Jakarta suka bikin sendiri tapi rasanya dipastikan berbeda dengan buatan mertua.
Mudik selalu dinanti dengan segenap angan-angan untuk membayar kerinduan saat berkumpul bersama keluarga. Rindu dengan kehangatan kekeluargaan, rindu dengan suasana dan tradisi di sekitar, rindu dengan makanan atau minuman khas dan masih banyak lagi yang menjadi alasan untuk mudik.
Bagi Dewi Fatmawati, (32) asal Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah yang berdomisili di Jakarta, mudik itu adalah momen untuk mendekatkan dua anak yang masih kecil-kecil dengan keluarga bapaknya yang berasal dari Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan. Lebaran menjadi momen bagi anak-anaknya untuk dekat dengan suasana desa di kampung bapaknya yakni di Desa Mallasoro, Kecamatan Bangkala, Kabupaten Jeneponto. Dan tak kalah penting adalah momen bagi keluarga kecilnya untuk saling memaafkan dengan keluarga, sanak saudara di kampung suami.
Tapi ada hal yang paling dinanti-nanti Dewi Fatmawati saat hendak mudik di kampung Bayu, (35) suaminya yakni penganan pisang ijo dan pisang epe buatan mertua. Dua penganan ini senantiasa membuatnya ngiler. Kata Dewi, kalau di Jakarta suka bikin sendiri tapi rasanya dipastikan berbeda dengan buatan mertua.
"Selalu berusaha belajar bikin pisang ijo sendiri tapi rasanya beda. Kalau buatan neneknya anak-anak, kuahnya itu lebih kental jadi rasanya enak," tutur Dewi seraya tertawa dan sesekali menengok ke atas kapal menanti suaminya turun dari membawa satu persatu barang-barang bawaannya.
Rencana balik ke Jakarta itu, kata Dewi, di H-3 sebelum usai libur sekolah anak-anak. Masa liburan sekolah anak-anak tanggal 18 Juli sehingga waktu cukup panjang untuk menikmati kebersamaan keluarga di Kabupaten Jeneponto.
Dewi berkisah, setelah menikah dengan Bayu suaminya beberapa tahun silam, saat berkumpul dengan keluarga suami di Kabupaten Jeneponto, selain terkendala makanan yang cita rasanya cenderung asin dan juga manis sementara dia doyan yang pedas-pedas, dia juga sempat terkendala bahasa karena di kampung lebih banyak memanfaatkan bahasa daerah. Tapi seiring waktu akhirnya tahu juga bahasa daerah Makassar dari Jeneponto ini meski sebatas memahami arti.
"Kerja suami di tempat pelelangan ikan di Jakarta. Nah waktu mengandung anak pertama, saya diminta tinggal dulu di rumah mertua. Sulit sekali tapi akhirnya paham juga bahasanya hanya saja belum tahu menggunakan sendiri," tutur Dewi seraya tertawa.
Tradisi mudik bagi keluarga Dewi, selalu ada. Tiap tahun gantian, kadang ke kampung suami di Jeneponto lalu tahun berikutnya di Pekalongan.
Dan kali ini tiba giliran mudik lagi ke Kabupaten Jeneponto. Keluarga kecilnya menumpang KM Gunung Dempo yang star dari Jakarta, Kamis malam, (30/6), transit di Jakarta lalu ke Makassar yang tiba Minggu dini hari tadi, (3/7) sekira pukul 02.00 wita.