PLTB Baturraden dituding bikin keruh Sungai Prukut
PLTB Baturraden dituding bikin keruh Sungai Prukut. Pembukaan akses jalan tahap pertama seluas 5,3 km di areal hutan lindung Gunung Slamet oleh PT SAE dituding telah menyebabkan jutaan kubik material tanah tercecer mencemari aliran sungai Prukut di Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas.
Eksplorasi pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTB) Baturraden digugat oleh berbagai kalangan. Pembukaan akses jalan tahap pertama seluas 5,3 km di areal hutan lindung Gunung Slamet oleh PT Sejahtera Alam Energy (SAE), telah menyebabkan jutaan kubik material tanah tercecer mencemari aliran sungai Prukut di Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas.
Koordinator Lembaga Kajian Banyumas (LKB), Novita Sari mengatakan dari kajian dan riset yang ia lakukan longsoran dari timbunan infrastruktur jalan terjadi karena pembuangan material yang dilakukan sembarang.
Dampaknya, air bersih yang mengalir dari Sungai Prukut dan menjadi sumber air utama untuk kebutuhan sehari-hari warga di lima desa, Karangtengah, Panembanganm Pernasidi, Karanglo dan Cikidang menjadi keruh.
"Hal ini juga tentu berdampak pada sektor perikanan, peternakan dan pertanian di beberapa wilayah Kecamatan Cilongok. Temuan kami, ikan-ikan yang mati ketika dibedah pada insang dan tubuhnya penuh dengan lumpur," kata Novita saat menyampaikan hasil riset tentang keruhnya air sungai prukut Curug Cipendok di Aula FISIP Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Selasa (28/2).
Pemerhati lingkungan dari Komunitas Peduli Gunung Slamet (Kompleet), Dani Armanto menilai dokumen Eksplorasi PLTB Baturraden cacat sejak awal. Pasalnya, PT SAE alpa melakukan sosialisasi sejak awal terkait dampak-dampak buruk kepada warga. Hal ini terbuktikan warga masih simpang siur mengetahui tranparansi seluruh tahapan pembangunan PLTB tersebut.
"Pembangunan PLTB ini sangat berisiko. Dampak turunan dari eksplorasi bisa sebabkan massifnya illegal logging (pembalakan liar) sampai rusaknya keanekaragaman hayati mengingat wilayah eksplorasi di kawasan hutan lindung. Pencemaran sumber air ini baru awal," kata Dani yang menjadi salah satu panelis.
Sedang Kepala Teknis PT SAE, Petto Rashidho Mawajaya beralasan pihaknya telah membangun sejumlah stainer (penyaring air keruh) di hulu dan hilir Sungai prukut. Selain itu, kolam pengendap (sediment pond) juga telah dibuat untuk menampung sedimen. Hanya saja, ia katakan, curah hujan yang tinggi menggelontorkan material tanah terlalu besar yang tak terhindarkan masuk ke dalam aliran sungai Prukut.
"Kami terus melakukan penanggulangan. Sejauh ini kami sudah menampung 26 keluhan warga yang terdampak air keruh. Untuk luasan akses jalan tahap pertama ini kami akan membuka 5,3 km, tapi proyek kami hentikan
dulu karena ada dampak air keruh," kata Petto yang juga sempat menyinggung bahwa saham PLTB Baturraden ini 75 persen dimiliki Jerman dan 25 persen pengusaha nasional dalam rentang waktu 30 tahun.