Polemik Koperasi Pandawa di Depok hingga MUI fatwakan haram
Menurutnya, kasus diduga tidak sejalan dengan kaidah perkoperasian di Indonesia
Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Pandawa Mandiri Group di Depok, Jawa Barat, tengah berpolemik dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Ini bermula ketika MUI mengeluarkan fatwa haram kepada koperasi tersebut dengan pelbagai pertimbangan.
Fatwa haram dikeluarkan MUI Depok lantaran KSP Pandawa Mandiri Group dianggap bukan merupakan Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dengan berpegangan pada Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN).
Selain itu, MUI juga menganggap pengelolaan dana KSP Pandawa Mandiri bukan merupakan praktik usaha seusai LKS. Apalagi mereka juga mencantumkan sejumlah nama tokoh dan pemuka agama Islam guna pemasaran sekaligus menghimpun dana. Sehingga tidak menutup kemungkinan bila masyarakat di Depok menganggap kondisinya sesuai syariat Islam.
Transaksi atau akad antara Pandawa Mandiri dengan investor termasuk akad rusak (fasid). Selanjutnya, juga mengandung unsur riba, tidak transparan (gharar) dan rawan penipuan.
"Berdasarkan permintaan dari masyarakat yang mendesak agar MUI merumuskan KSP Pandawa, maka menerbitkan fatwa bahwa praktek pengelolaan dana investasi Pandawa haram," kata Ketua MUI Kota Depok Dimyati, Senin (25/7) lalu.
Sementara itu, Wali Kota Depok Idris Abdul Shomad merasa pemerintah kota dan MUI tidak bisa semena-mena menutup KSP Pandawa Mandiri Group. Sebab, kata dia, SK izin dan operasional koperasi Pandawa dikeluarkan langsung Kementerian Koperasi dan UKM.
Maka itu, Idris menyebutkan hanya pemerintah pusat berhak mencabut izinnya.
Terkait fatwa haram dikeluarkan MUI, Idris menuturkan, di Indonesia itu masih bersifat arahan dan bimbingan. Artinya belum mengikat secara individu sebagai warga negara Indonesia karena MUI bukan sebagai lembaga formal negara.
"Kewenangan MUI pun tidak bisa serta merta langsung menutup tempat yang dinyatakan haram. Fatwa hanya bersifat arahan," tegas Idris, Selasa (26/7) kemarin.
Kepala Dinas Koperasi UMKM dan Pasar Kota Depok, Kafrawi mengatakan, tahun ini sudah ada dua kasus koperasi diduga tidak sesuai aturan berlaku. Pihaknya sudah menurunkan tim audit untuk mengevaluasi KSP Pandawa.
"Kewenangan pengawasan secara keseluruhan ada pada Kementerian Koperasi, tapi kami diberi wewenang untuk bantu pengawasan koperasi yang ada khususnya di daerah," kata Kafrawi, kemarin.
Menurutnya, kasus diduga tidak sejalan dengan kaidah perkoperasian di Indonesia.
Seharusnya, kata dia, dibentuknya suatu koperasi bertujuan untuk memberdayakan dan menyejahterakan anggota. Namun, pada kasus KSP Pandawa mandiri Group, justru pelayanan dilakukan pada non anggota. Berikut ada unsur investasi dilakukan perusahaan.
"Dalam koperasi tidak ada istilah investasi dan dalam aturannya tidak ada aktivitas yang dilakukan pada orang luar, apalagi skemanya investasi yang diberikan sekian persen," terangnya.