Polisi Tangkap WN asal Kanada, Kuasa Hukum Duga Salah Tangkap Buronan Interpol
Penangkapan Stephane berdasarkan red notice yang dikeluarkan pihak interpol di Kanada.
Polda Bali dan Imigrasi Bali diduga salah tangkap buronan interpol asal Kanada berinisial SG alias Stephane Gagnon (50) pada tanggal 19 Mei 2023 di Canggu, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung, Bali. Hal tersebut diungkapkan oleh penasihat hukum SG yang datang ke Ruang Pelayanan Khusus (RPK) Polda Bali pada Minggu (4/6) sore.
Penasihat hukum Stephane Gagnon, Parhur Dalimunthe mengatakan kliennya sudah berada di Bali sejak tahun 2020. Kliennya sudah punya usaha di Bali dan menikah dengan Warga Negara Indonesia (WNI).
-
Siapa Rizma? Seorang guru SD Negeri 2 Karangmangu, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah bernama Rizma Uldiandari sempat viral pada 2016 lalu.
-
Siapa saja yang terjaring razia? Hasilnya, puluhan muda-mudi yang bukan suami istri terjaring razia saat asyik berduaan di sejumlah kamar kos.
-
Kapan razia terhadap PPKS dilakukan? Pemprov DKI Jakarta menindak tegas para PPKS tersebut dengan melakukan razia selama 9 Februari sampai 13 Maret 2023
-
Apa kesalahan yang dilakukan Riza Patria? Ketua DPD Partai Gerindra DKI Jakarta Ahmad Riza Patria keselip lidah dengan menyebut nama pasangan Prabowo-Sandi. Padahal, Prabowo Subianto kini sudah berpasangan dengan Gibran Rakabuming Raka untuk Pilpres 2024.
-
Dimana razia dilakukan? Petugas Satpol PP menggerebek sejumlah kamar kos yang berada di Jalan Gajah Mada, Kelurahan Kepuharjo, Kabupaten Lumajang.
-
Siapa Rizky Irmansyah? Rizky Irmansyah, sekretaris pribadi atau ajudan Prabowo, menjadi sorotan karena memiliki postur tubuhnya yang tinggi tegap serta kehadirannya yang sering mendampingi kegiatan Prabowo selama menjabat sebagai Menteri Pertahanan.
"Dia sudah ada di Bali sejak 2020 dan sudah punya usaha di sini, sudah menikah dan anak-anaknya di sini," kata Parhur.
Kemudian, kliennya ditangkap pada tanggal 19 Mei 2023. Saat penangkapan di rumahnya, petugas melakukan pengeledahan dan menyita dokumen-dokumen.
"Kemudian besoknya dia ditetapkan dalam penanganan dan penangkapan," imbuhnya.
Penangkapan Stephane berdasarkan red notice yang dikeluarkan pihak interpol di Kanada. Namun, menurutnya, dokumen penangkapan itu tidak memiliki validitas yang jelas.
"Ini belum tahu validitasnya. Kita belum tahu apa benar atau tidak dia (kliennya) termasuk dalam red notice interpol. Karena sampai detik ini, umumnya red notice ada di website karena dicari di seluruh dunia. Ini tidak ada nama dia," ungkapnya.
Dalam dokumen red notice itu, tidak untuk menangkap atau menahan kliennya. Akan tetapi, Polda Bali menahan Stephane.
"Di sini jelas bahwa red notice ini tidak untuk menangkap, di sini jelas disebut. Jadi bukan untuk penahanan sementara kepada subjek. Sementara, surat dari Polda Bali itu adalah surat penahanan sementara jadi red notice ini bukan untuk penahanan sementara, ini penahan sementara," ujar dia.
Selain itu, pihaknya juga mengaku menemukan sejumlah kejanggalan. Pertama, nama kliennya di google ternyata banyak yang mirip atau sama dengan kliennya di Kanada, termasuk ada artis asal Kanada. Selain itu, paspor miliknya kliennya dengan dokumen di red notice berbeda dan status perkawinan yang seharusnya bercerai di dokumen ternyata sudah menikah.
"Kita sudah googling di Kanada itu yang namanya Stephane Gagnon itu banyak, termasuk artis dan umurnya juga sama dia. Ini nomor paspornya berbeda dengan nomor paspor kita, bukan nomer paspor dia. Nomor paspor itu adalah identitas kemudian status perkawinan di sini disebutkan menikah dan dia (sebenarnya) sudah bercerai," jelasnya.
Pihaknya menduga, kliennya bukan buronan interpol dan pihak kepolisian salah menangkap orang. Sebab, menurutnya, Stephane adalah seorang pengusaha di Kanada dan namanya bisa saja disalahgunakan.
Selain itu, kata Parhur, foto yang dicantumkan di dokumen red notice itu mirip, tetapi kenyataannya berbeda. Sebab, foto yang diambil pihak kepolisian dengan kepolisian Kanada berbeda karena kliennya meninggal Kanada di tahun 2018 lalu yang seharusnya tidak sama.
"Jadi kita menduga bukan dia (buronan interpol). Nomor paspor yang sifatnya rahasia itu salah, dan dia tidak pernah menggunakan nomor paspor ini, sebelumnya dia juga tidak pernah," ujarnya.
"Foto juga aneh, kita juga menduga. Ini fotonya adalah foto Kitas (Kartu Izin Tinggal Terbatas) padahal ini buatan Indonesia, harusnya beda ini diambil di Indonesia dan dia meninggalkan Kanada sejak 2018," lanjutnya.
Keanehan lainnya adalah Laporan Polisi Model A atau LPA yang seharusnya polisi menyaksikan langsung tindak pidana yang dilakukan kliennya. Tetapi, itu tidak ada. Kemudian, Laporan Polisi (LP) penyelidikan dan penyidikan itu terjadi di hari yang sama dan langsung ditetapkan tersangka tanpa diperiksa dulu.
"Kalau di kita, polisi itu melihat menyaksikan langsung tindak pidana baru disebut LPA. Ini tindak pidana mana yang dilihat polisi yang dilaporkan ini, kan tidak ada. Kemudian, laporan ini ada surat perintah penyidikan langsung, disidik prosesnya seharusnya dari LP penyelidikan dulu baru penyidikan, ini hari yang sama," ujarnya.
"Terus tersangka, dia disebut sebagai tersangka, proses orang untuk jadi tersangka itu lama, harus ada LP penyelidikan, penyidikan, dipanggil dulu diperiksa dulu, ini tidak dan langsung tersangka. Dan di dalam surat penangkapan dan penahanan itu tidak ada kronologis dan tidak ada pasal yang dilanggar. Dan tidak ada perbuatannya kapan, itu tidak jelas," terangnya.
Pihaknya menilai polisi keliru menangkap buronan interpol dengan melihat beberapa keanehan yang ditemukannya.
"Keliru menangkap pelaku, itu salah tangkap, kami menduga ini bukan dia (kliennya)," ujarnya.
Dia bercerita sebelum kliennya ditangkap, empat minggu sebelumnya ada seseorang mengaku punya kenalan di Divisi Hubungan Internasional (Hubinter) Kepolisian Negara Republik Indonesia. Orang tersebut mengancam kliennya kalau tidak bayar akan ditangkap.
"Ada kronologi sebelumnya. Karena empat minggu sebelumnya ada orang ngaku-ngaku bahwa dia punya kenalan di Hubinter dan punya kenalan di mana-mana dan menyatakan kalau tidak bayar sekian, kamu (kliennya) akan ditangkap empat Minggu lagi," ujarnya.
Pihaknya memiliki bukti seseorang tersebut mengaku memiliki kenalan di Hubinter. Orang itu sempat bertemu dengan kliennya. Stephane telah mentransfer hampir Rp1 miliar ke oknum tersebut karena diancam dan diperas.
"Itu dia kasih pertama Rp750 juta lalu Rp150 juta dan Rp100 juta jadi total hampir Rp1 miliar. Itu dikasih, oknum civil lokal ini dan yang (mengaku) menghubungkan dengan aparat dan komunikasinya jelas dengan aparat," ujarnya.
Tim kuasa hukum menduga orang tersebut adalah mafia kasus atau markus. Setelah diberi hampir Rp1 miliar, dia meminta lagi ke klien-nya Rp3 miliar. Ketika kliennya menolak akhirnya ditangkap polisi.
"Setelah itu, diminta lagi ada Rp3 miliar. Karena ini sudah tidak benar dan diperas dan akhirnya dia (kliennya) tidak mau dan benar ditangkap," ujarnya.
Sebelumnya, Polisi dan petugas Imigrasi Bali menangkap dan menahan buronan interpol warga Kanada bernama Stephane Gagnon (50) pada Jumat (19/5) kemarin. Stephane Gagnon ditangkap di Vila Aman, Desa Canggu, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, Bali.
"Yang bersangkutan merupakan buronan pemerintah Kanada karena diduga melakukan tindak pidana penipuan dan pemalsuan di Kanada," kata Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol Stefanus Satake Bayu Setianto, Sabtu (20/5) malam.
Penangkapan Stephane menyusul dikeluarkannya red notice control dengan nomor: A-6452/8-2022, tanggal 5 Agustus 2022 tentang informasi pencarian buronan interpol asal Kanada. Kemudian ditindaklanjuti Polri.
Lalu, pada Jumat (19/5) kemarin petugas imigrasi Bali menangkap Stephane yang berprofesi sebagai pengusaha di negaranya di vila tempat tinggalnya dan barang bukti yang diamankan adalah paspor miliknya.
Kemudian, Stephane dilakukan penahanan sementara selama 20 hari terhitung mulai tanggal 20 Mei 2023 sampai dengan tanggal 8 Juni 2023 sesuai dengan surat perintah penahanan sementara Nomor: SP.Han/46/V/2023/Ditreskrimum, tanggal 20 Mei 2023.
Polisi belum menjelaskan terkait Stephane sebagai pengusaha apa di negara asalnya dan berapa nilai penipuan dan juga soal pemalsuan.
"Rencana tindak lanjut menunggu permintaan ekstradisi dari pemerintah Kanada kepada pemerintah Republik Indonesia," ujar dia.
(mdk/ray)