Politikus PDIP sebut dana aspirasi celah DPR bermain proyek
Menurut Eva, DPR telah bermigrasi ke ranah eksekutor, sehingga melampaui tugas dan wewenangnya.
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Eva Kusuma Sundari menolak adanya dana aspirasi atau Usulan Program Pembangunan Daerah Pemilihan (UP2DP). Menurutnya, dana aspirasi pada nantinya akan rentan adanya penyalahgunaan.
Bahkan, kata dia, kemungkinan besar dana aspirasi menjadi celah bagi anggota DPR untuk bermain proyek.
"Praktiknya, mereka menentukan proyek apa, berapa, di mana, siapa pelakunya, itu wilayah pelaksana bukan pengawas," kata Eva saat dihubungi merdeka.com, Jakarta, Rabu (24/6).
Dengan dana aspirasi, menurut Eva, DPR telah bermigrasi ke ranah eksekutor, sehingga melampaui tugas dan wewenangnya.
"Saya melihat fungsi utama legislator dan pengawasan harus diutamakan, bukan ditambah menjadi eksekutor. Kalau regulator sekaligus eksekutor lalu yang ngawasi siapa? Terutama terhadap pelaksanaan proyek dana aspirasi. Ini merusak fatsun dalam politik sistem presidensial," tuturnya.
Seperti diketahui, dalam rapat paripurna kemarin, Demokrat bersama enam fraksi lain mendukung dana aspirasi. Ketua Badan Legislasi DPR Sareh Wiryono membacakan nama tujuh fraksi yang mendukung dan tidak ada upaya interupsi dari Fraksi Partai Demokrat (F-PD).
Akhirnya, tiga fraksi yang menolak dana aspirasi ini, yakni PDI-P, Nasdem, dan Hanura, kalah suara. Pimpinan sidang Fahri Hamzah pun mengetuk palu sidang dan mengesahkan peraturan mengenai dana aspirasi.
Baca juga:
KPK 'warning' DPR soal dana aspirasi
Fraksi Demokrat setujui dana aspirasi, Ibas bantah membangkang SBY
Ruhut: Jokowi utamakan kepentingan rakyat, pasti tolak dana aspirasi
Ruhut tuding Ketua DPR di balik pengusulan dana aspirasi
Mendagri pesimis anggota DPR bisa awasi dana aspirasi
-
Bagaimana DPR ingin menyelesaikan masalah tawuran? “Saya rasa masih ada yang kurang optimal di pencegahan dan juga penindakan. Maka saya minta pada pihak-pihak yang berwenang, tolong kasus seperti ini diberi hukuman yang berat, biar jera semuanya. Jangan sampai karena masih remaja atau di bawah umur, perlakuannya jadi lembek. Kalau begitu terus, akan sulit kita putus mata rantai budaya tawuran ini,” jelasnya.
-
Kenapa DPR mengapresiasi kinerja Kejaksaan Agung? Kasus kakap yang telah diungkap pun nggak main-main, luar biasa, berani tangkap sana-sini. Mulai dari Asabri, Duta Palma, hingga yang baru-baru ini soal korupsi timah.
-
Apa yang mendorong DPR untuk mengajak kepala desa memperbaiki pengelolaan Dana Desa? “Pastinya, kami ikut senang akan capaian ini dan semoga bisa memotivasi desa-desa lainnya. Sehingga, nantinya 179 desa yang ada di Bekasi bisa mendapat tambahan Dana Desa. Karenanya, kita perlu memperbaiki kinerja dalam pencapaian output dan outcome dari Dana Desa supaya bisa mendapatkan insentif tambahan,” ujar Puteri dalam Workshop Evaluasi Pengelolaan Keuangan dan Pembangunan Desa di Kabupaten Bekasi, Rabu (24/10).
-
Apa yang diminta DPR terkait keamanan CFD? “Bahwa saat CFD dan di jam-jam olahraga pagi, sebetulnya sangat rawan terjadi tindak kejahatan. Jadi mungkin polisi bisa meningkatkan intensitas pemantauan cctv dan menempatkan aparat tambahan di titik-titik tertentu. Agar masyarakat bisa berolahraga dengan lebih tenang,” tambah Sahroni.
-
Bagaimana cara Pemprov DKI Jakarta menangani kasus DBD? Heru menyampaikan, Dinas Kesehatan (Dinkes) telah menangani kasus DBD yang cenderung meningkat dengan melakukan fogging atau tindakan pengasapan dengan bahan pestisida yang bertujuan membunuh nyamuk khususnya pembawa (vektor) penyakit DBD.
-
Kapan PDRI dibentuk? Walaupun secara resmi radiogram Presiden Soekarno belum diterima, tanggal 22 Desember 1948, sesuai dengan konsep yang telah disiapkan, dalam rapat tersebut diputuskan untuk membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI), dengan susunan sebagai berikut: