Politikus wanita PDIP: Penutupan Dolly dilematis
Indah Kurnia menilai bukan cuma PSK dan mucikari yang hidup dari lokalisasi itu. Para pedagang juga.

Hari ini pemerintah Kota Surabaya berencana menutup aktifitas di lokalisasi prostitusi terbesar se-Asia Tenggara, Gang Dolly. Politikus PDIP asal Surabaya Indah Kurnia, angkat bicara.
Indah mengaku berada dalam posisi yang dilematis. Sebabnya, masyarakat yang sudah bertahun-tahun bekerja di tempat tersebut tidak serta merta bisa langsung mendapat penghasilan dari bidang lain.
"Tak hanya PSK dan mucikari, pedagang juga menggantungkan hidup di lokalisasi. Bukan saya menolak, tapi tidak juga mendukung. Secara pribadi sebagai ibu dan warga Surabaya, posisi saya dilematis," kata Indah di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (18/6).
Indah menilai, proses yang sangat panjang harus dilalui para pekerja atau pedagang yang selama ini menggantungkan hidupnya di tempat tersebut, untuk bisa mendapatkan sumber penghasilan yang lain, terlebih lagi yang mengandalkan keterampilan atau skill.
"Butuh waktu untuk menyiapkan mereka yang menggantungkan hidup di situ, baik soal kesehatan dan pendidikan. Itu yang buat orang-orang menolak. Pelatihan hanya short term, berdampak kalau skill terasah. Selama ini mereka memenuhi kebutuhan dari berdagang di sana, tiba-tiba kebutuhan itu diambil," jelas Indah.
Oleh sebab itu, Indah meminta pemerintah, khususnya Kementerian Sosial dan Pemerintah Kota Surabaya, tidak langsung melepas para pekerja yang selama ini menggantungkan nafkah dari aktifitas di Gang Dolly.
"Pemerintah harus mengerti mereka keluar tidak serta merta diterima masyarakat. Kalau berdagang nanti langsung dibeli? Ini butuh waktu. Secara moral sosial butuh penanganan," tutup Indah.