Politisi Gerindra Sebut Data BPS Sudah Melalui Kajian Matang
Politisi Gerindra Sebut Data BPS Sudah Melalui Kajian Matang. Hal itu dia katakan menanggapi ucapan mantan menteri pertanian Amran Sulaiman yang menyebut data BPS tidak akurat.
Anggota DPR dari Fraksi Gerindra Darori Wonodipuro menyakini data yang disajikan Badan Pusat Statistik (BPS) terkait luas lahan sawah sudah melalui kajian dan pertimbangan yang matang. Hal itu dia katakan menanggapi ucapan mantan menteri pertanian Amran Sulaiman yang menyebut data BPS tidak akurat.
"Apapun yang dikeluarkan oleh BPS itu, salah atau benar harus kita akui, karena itu sudah melalui kajian dan pertimbangan para pakar," kata Darori di Jakarta, seperti dilansir Antara, Senin (28/10).
-
Kapan BPS dibentuk? Sejarah BPS dimulai pada tahun 1960, ketika Biro Pusat Statistik didirikan.
-
Apa yang dimaksud dengan PBI BPJS? PBI BPJS merupakan bagian dari program pemerintah yang bertujuan untuk menanggung biaya iuran BPJS Kesehatan bagi individu atau kelompok yang memenuhi kriteria sebagai penerima bantuan.
-
Apa tugas utama dari BPS? Tugas BPS adalah melaksanakan tugas pemerintahan di bidang statistik sesuai peraturan perundang-undangan.
-
Apa yang dihapus dari BPJS? Kepala Humas BPJS Kesehatan Rizzky Anugerah menjawab pertanyaan publik terkait naiknya iuran ketika Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) berlaku.
-
Di mana PPS berkedudukan? PPS dibentuk untuk menyelenggarakan Pemilu di kelurahan atau desa. Oleh karena itu, PPS berkedudukan di kelurahan atau desa.
Darori mengatakan data yang berasal dari pemerintah tersebut seharusnya tidak perlu dipertanyakan akurasinya karena telah dilakukan melalui metodologi yang tepat. Untuk itu, menurut dia, apabila ada tudingan bahwa data BPS tidak akurat, maka hal tersebut mengada-ada dan merupakan tuduhan tidak berdasar.
Ia pun menilai Menteri Pertanian yang baru Syahrul Yasin Limpo dapat mengambil keputusan yang tepat terkait kebijakan pangan karena berpengalaman dengan data dan teliti dalam melakukan analisa.
"Kalaupun dibilang salah, nanti juga akan dikroscek oleh Mentan yang baru.Tetapi untuk saat ini kita percaya data BPS," katanya.
Dalam kesempatan terpisah, pengamat pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas mengatakan kurang akuratnya data membuat pemerintah mengambil keputusan yang tidak tepat terkait pengadaan pangan.
Hal itu terlihat ketika terdapat klaim surplus beras pada periode 2015-2017, padahal pemerintah pada saat bersamaan juga melakukan impor untuk penyiagaan pasokan.
Dwi Andreas mengakui selama ini BPS sudah melakukan metodologi penghitungan luas lahan dengan menggunakan satelit dan pengamatan lapangan. Petugas BPS, lanjut dia, juga harus mengirim data dari titik koordinat, karena jika tidak mengirim data dari lokasi yang ditentukan, terjadi perekaman yang tidak terbaca di sistem server BPS Pusat.
"Saya sudah pernah diajak langsung oleh teman-teman di BPS untuk menghitung luasan lahan, saya bisa katakan faktor human error tidak ada, atau kecil sekali," ujarnya.
Saat ini, BPS melakukan penghitungan luas lahan baku sawah untuk mengukur produksi dan luas panen dengan menggunakan metode kerangka sampel area.
Metode tersebut merupakan pemantauan estimasi luas panen berdasarkan data pengamatan segmen dengan memanfaatkan teknologi citra satelit dan peta lahan baku sawah.
Dengan cara ini, BPS mencatat luas lahan baku sawah pada 2018 mencapai 7.105.145 hektare atau turun dibandingkan 7.750.999 hektare pada 2013.
Sebelumnya, Mantan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mencibir data lahan sawah yang diolah Badan Pusat Statistik (BPS) bersama Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR/BPN) melalui skema Kerangka Sampel Area (KSA) sangat tidak akurat.
Dia mengatakan, ketidakakuratan data lahan sawah yang dikeluarkan BPS setelah dikaji mencapai 92 persen. Dengan kesalahan tersebut akan berdampak terhadap kuota subsidi pupuk yang berkurang hingga 600 ribu ton pada 2021.
"Data pangan yang ada dengan teknologi tinggi dan satelit itu salah. Kami crosscheck dengan tim. Ternyata setelah dicek 92 persen sampel yang diambil salah," ujar dia di Gedung Kementerian Pertanian, Jakarta, Jumat (25/10).
Amran pun menyebutkan, data yang valid di sektor pertanian itu hanya ada dua. "Jadi data itu ada dua. Kalau tidak data pertanian, itu data mafia," tegas dia.
Berdasarkan data BPS tersebut, dia juga menyoroti hasil pantauan satelit lahan sawah di beberapa wilayah seperti Banyuasin, Sumatera Selatan yang sangat tidak tepat.
"Yang menyedihkan adalah Banyausin, ada 9.700 ha tapi dalam satelit nol. Itu salah satunya. Yang menyedihkan juga di Jawa Timur, ada 200 ribu tambahan," ungkap dia.
Akibat kesalahan ini, dia telah menerima 130 surat protes dari berbagai bupati. Menindaki hal tersebut, Amran juga langsung menyurati Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Baca juga:
Eks Mentan Amran Curiga Data Sawah BPS Dipermainkan Mafia
Hasil Survei BPS: Penyelenggaraan Haji 2019 Sangat Memuaskan
Notebook dan Ponsel Tanpa Baterai China Dominasi Impor September 2019
BPS: Upah Buruh Tani Naik Tipis di September 2019
Data BPS: Ekspor Babi Indonesia Turun 10,86 Persen di 2019
Tahun Lalu Surplus, Neraca Perdagangan September 2019 Defisit USD 160 Juta