Praktik pembocoran informasi sering terjadi di KPK
Seperti informasi cegah anggota Komisi XI DPR RI Emir Moeis. Tapi siapa pembocornya tak dikenakan sanksi.
Kebocoran surat perintah penyidikan (sprindik) Anas Urbaningrum bukanlah yang pertama di Komisi Pemberantasan Korupsi. Pada kasus-kasus yang ditangani KPK sebelumnya juga pernah terjadi.
Bahkan, informasi-informasi yang sifatnya rahasia pun bocor ke publik. Seperti, informasi cegah, Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Itu hanyalah contoh kecil menguap sebelum resmi diumumkan oleh lembaga antirasuah itu.
Masih terang dalam ingatan publik, informasi cegah anggota Komisi XI DPR RI Emir Moeis. Saat itu, Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana mengumumkan Politisi PDIP itu dicegah dengan statusnya sebagai tersangka. Pernyataan Denny itu kemudian diberitakan oleh sebuah media cetak tertanggal 25 Juli 2012. Konon wartawannya saat itu mendapat informasi dari pimpinan KPK yang kemudian juga mendapat salinan surat cegahnya. Padahal surat cegah adalah rahasia yang tidak boleh diumumkan sebelum dinyatakan resmi oleh KPK.
Kemudian, kebocoran strategi penangkapan Nunun Nurbaetie dan Nazaruddin saat berada di Singapura oleh pihak lain. Kebocoran informasi itu mengakibatkan yang bersangkutan melarikan diri.
Kasus lainnya, bocornya dokumen Sprindik Miranda Goeltom yang sudah sampai ke Mabes Polri di Trunojoyo. Padahal saat itu Sprindik tersebut belum lengkap ditandatangani oleh Pimpinan KPK. Pelaku pembocor dokumen tersebut sebetulnya diketahui berasal dari orang dalam KPK sendiri, namun tidak mendapat penanganan sebagaimana mestinya.
Kebocoran juga pernah terjadi pada dakwaan Wa Ode Nurhayati. Sebelum persidangan perdana politisi PAN itu dimulai, sebuah media lagi-lagi telah memberitakan satu jam sebelumnya Rabu 13 Juni 2012 pukul 06.28 WIB. Padahal, sidang baru akan dimulai pada pukul 09.00 WIB di Pengadilan Tipikor Jakarta. Diduga wartawannya telah mendapat salinan dakwaannya.
Kasus lainnya, bocornya dokumen BAP kasus simulator SIM Djoko Susilo. Diketahui, BAP masih lebih tinggi tingkatannya dibanding Sprindik, namun KPK tidak menelusuri pelaku pembocor dan terkesan membiarkannya. Dan masih banyak kebocoran-kebocoran yang terjadi di KPK.
Salah seorang anggota Komite Etik, Tumpak Hatorangan mengatakan, sebenarnya dokumen sprindik bukanlah rahasia negara. "Itu bukan rahasia negara, dan memang bukan klasifikasi dokumen negara," ujarnya beberapa waktu lalu.
Jika memang sprindik di KPK bukanlah hal yang rahasia, lantas kenapa kebocoran kasus sprindik Anas dalam kasus perlu diperkarakan? Hingga berujung pada pembentukan Komite Etik untuk mencari tahu sumber kebocoran.
Apakah ada pengkastaan status sprindik pada orang-orang tertentu? Sayangnya Komite Etik hanya menyelesaikan kasus kebocoran sprindik Anas, namun kebocoran yang lainya diabaikan.