Presiden Jokowi dinilai tak lagi di bawah bayang-bayang oligarki
Hal itu terlihat saat Jokowi menunjuk Tito Karnavian sebagai Kapolri.
Pengamat Politik LIPI Ikrar Nusa Bhakti mengungkapkan, isu reshuffle kabinet kerja pemerintahan Jokowi-JK terus berembus sejak sebelum Munaslub Golkar dan Muktamar PPP. Banyak yang menilai, Presiden Joko Widodo akan melakukan reshuffle kabinet pasca kedua partai tersebut tak lagi berselisih.
"Isu ini (reshuffle) sudah lama banget, bahkan sebelum Golkar Munaslub dan PPP muktamar, tapi belum ada reshuffle juga sampai sekarang," kata Ikrar dalam Diskusi Publik bertema Hiruk Pikuk Reshuffle Kabinet di Balai Sarwono, Jeruk Purut, Jakarta Selatan, Selasa (19/7).
Menurut dia, hal ini menunjukkan Kabinet Kerja Jokowi-JK sudah mencapai kedwitunggalannya. Misalnya seperti pemilihan Kapolri baru yang menggantikan Jenderal Badrodin Haiti. Baik Jusuf Kalla maupun Megawati memiliki calon yang diinginkan sendiri. Namun, pada akhirnya Presiden Jokowi tetap pada pilihannya yakni Jendral Tito Karnavian.
"Sehari sebelum diumumkan penunjukan Kapolri oleh Presiden, Mega masih panggil media untuk mendorong Budi Gunawan untuk maju jadi Kapolri. Tapi pada akhirnya Presiden tetap pada pilihannya," tutur Ikrar.
Jikapun ada reshuffle kabinet untik kedua kalinya, kata Ikrar hal tersebut tidak akan menimbulkan gonjang ganjing pengaruh siapapun. Sebab Jokowi tidak lagi ada di bayang-bayang oligarki. Terlebih Jokowi saat ini bisa memegang kekuasaan penuh di pemerintahan.
"Itu benar-benar all the president power," ucap Ikrar.
Tak hanya itu, dia mengatakan reshuffle bukan untuk akomodasi politik tapi harus atas dasar the right person. Karena bila hanya mengganti menteri itu bisa menimbulkan pemerintahan yang tidak produktif dan pemerintahan yang tidak efisien.
"Presiden juga tidak akan diam sepanjang masa. Karena ini akan menimbulkan ketidaknyamanan para menteri, terutama partai seperti PKB dengan PAN," tutupnya.