Proyek GWK diduga sarat korupsi, KPK diminta turun tangan mengusut
Dalam modal awal, ada duit BUMN ikut mengalir dalam proyek itu.
Proyek pembangunan patung Garuda Wisnu Kencana (GWK) di Desa Ungasan, Kabupaten Badung, Bali, di atas lahan seluas 240 hektar sudah lama mandek dan tidak jelas nasibnya. Sebagian kalangan menduga ada kongkalikong dalam proyek itu.
Ketua lembaga nirlaba Bali Coruption Watch (BCW) Bali, Putu Wirata Dwikora, meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bergerak menyelidiki proyek pembangunan patung Garuda Wisnu Kencana (GWK). Sebab dalam modal awal, ada duit negara melalui Badan Usaha Milik Negara mengucur dalam megaproyek kontroversial itu.
"Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus turun ke lapangan untuk menyelidiki pembangunan kawasan GWK tersebut, karena ada dugaan banyak penyimpangan di megaproyek tersebut," kata Wirata di Denpasar, seperti dilansir dari Antara, Senin (13/7).
Wirata menduga, pembangunan GWK telah berjalan sekitar 16 tahun sampai saat ini tidak jelas ujungnya. Rencana awal proyek itu adalah membangun patung GWK. Namun sampai sekarang tak kunjung selesai.
"Sudah saatnya KPK turun ke megaproyek GWK untuk menyelidiki penyimpangan yang terjadi di sana. Saya yakin KPK peka terhadap permasalahan yang terjadi di masyarakat. Terlebih objek wisata GWK sudah terkenal di mancanegara," ucap Wirata.
Wirata berharap, jika ada pelanggaran hukum dan dugaan korupsi di proyek GWK, maka pihak-pihak terkait harus diperiksa.
"Banyak uang mengendap di proyek itu, ada baiknya KPK mengusut, ke mana saja saham-saham di GWK selama ini? Ke mana saja aliran bantuan dana dan material yang diberikan selama pembangunan proyek ini. Apa sudah diaudit? Kenapa patung tidak rampung hingga sekarang?," ujar Wirata.
Senada dengan Wirata, tokoh budaya dan spiritual Bali, Gusti Ngurah Harta, juga meminta KPK turun ke proyek GWK untuk menelusuri dugaan korupsi di sana.
"Ada banyak uang di proyek itu, KPK harus turun untuk memeriksanya. Jika ada dugaan korupsi maka harus ditindak tegas," kata Ngurah Harta.
GWK dibangun pertama kali pada 1997, dengan saham dibagi antara BUMN, Bali Tourism Development Corporation (BTDC) sebesar 18 persen, dan pihak swasta sebesar 82 persen. Namun, pembangunan patung itu sempat terhenti akibat krisis moneter sejak tahun 1997.
Setelah mangkrak sekian lama, sebenarnya pada 2013, pematung sekaligus pemilik sebagian besar lahan taman budaya GWK, Nyoman Nuarta, membikin kesepakatan dengan perusahaan pengembang properti PT Alam Sutera Realty. Namun, perjanjian itu sangat tertutup karena porsi pembagian kepemilikan antara kedua belah pihak hingga saat ini masih gelap.
Hanya saja, PT Alam Sutera Realty Tbk., berencana membangun villa dan apartemen mewah di kawasan GWK. Sebagai modal awal, perseroan itu menggelontorkan duit sebesar Rp 150 miliar atau setara USD 14,4 juta. Sementara Nuarta mesti merogoh Rp 20 miliar buat membuka lahan baru bergeser 300 meter dari lokasi awal, sebagai tempat patung itu bakal dirakit dan diletakkan. Dia juga mesti menambah modal Rp 29 miliar buat membangun patung dan kerangka GWK dari besi baja tahan karat, ketimbang memakai bahan besi galvanis. Mestinya proyek itu kelar pada awal 2015.