Ricuh TKI di Jeddah, ke mana Menlu?
Pemerintah tidak cepat tanggap menyelesaikan permasalahan TKI di Jeddah. Kini mereka dinilai mengkriminalisasi TKI.
Kericuhan yang berujung pada pembakaran kantor Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Jeddah, Arab Saudi, hingga menewaskan satu orang Tenaga Kerja Wanita (TKW) dinilai sebagai potret buruk kinerja pemerintah dalam memberikan pelayanan. Hal ini diperparah dengan belum adanya sikap tegas dari Menteri Luar Negeri (Menlu) Marty Natalegawa dalam menghadapi persoalan ini.
Bahkan, sehari setelah kejadian yang seharusnya Menlu dapat segera mengambil sikap, Menlu justru terkesan tidak peka. Hal ini ditunjukkan dengan fakta Menlu malah berada di luar negeri, tepatnya di Australia.
Menanggapi hal itu, Analis Kebijakan Migrant Care Wahyu Susilo menilai pemerintah tidak responsif dalam memberikan pelayanan terhadap Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang membutuhkan amnesty/pemutihan dari Pemerintah Arab Saudi. Menurut dia, Menlu masih tetap menilai kebijakan amnesty merupakan kebijakan biasa sehingga merasa cukup ditangani layaknya pengurusan dokumen lazimnya.
"Pemerintah Indonesia melalui Menlu menunjukkan adanya kelambanan dan ketidaksiapan untuk mengantisipasi puluhan ribu buruh migran Indonesia yang memproses pemutihan dokumen di perwakilan Indonesia di Arab Saudi," ujar Wahyu kepada merdeka.com, Senin (10/6).
Selain itu, Wahyu pun menuding Menlu tidak bersikap akomodatif terhadap kepentingan warganya sendiri dengan membiarkan langkah KJRI yang justru mengkriminalisasikan para TKI yang melakukan pembakaran dan bukan malah melakukan perbaikan dalam proses pelayanan yang diberikan. Padahal, menurut dia, ricuh yang terjadi disebabkan akumulasi kemarahan para TKI yang tidak mendapat pelayanan memadai dari perwakilan pemerintah.
"Respons Pemerintah Pusat justru semakin memperkeruh suasana dengan mengkriminalkan teman-teman TKI yang ada di sana," kata Wahyu.
Di samping itu, Wahyu menerangkan, Menlu cenderung abai terhadap persoalan buruknya pelayanan ini. Bahkan, menurut dia, Menlu pun terkesan tidak mau bertanggung jawab dan lebih memilih menyerahkan penanganan kondisi yang terjadi dilakukan oleh pihak KJRI.
"Pemerintah Pusat cuci tangan dengan mengkambinghitamkan kriminalisasi ekspresi kemarahan TKI dan melokalisir tanggung jawab hanya pada KJRI. Padahal, seharusnya Pemerintah Pusat berperan aktif karena yang dihadapi adalah 60.000 TKI overstay yang tidak bisa dilayani KJRI bahkan KBRI semata," pungkas dia.