Rofiq mengharap kedamaian di Tanah Rencong
Rofiq dan para pengungsi Rohingya lainnya mengaku ingin tinggal di Aceh.
Muhammad Rofiq (15 tahun) sedang asyik belajar bahasa Inggris dan Indonesia di kamp pengungsian kaum Rohingya, berada di desa Bireum Bayeun, Kecamatan Ranto Selamat, Aceh Timur. Dia salah satu dari ribuan orang Rohingya menjadi korban kekerasan pemerintah Junta Militer di Myanmar.
Pencabutan kartu identitas dikenal dengan kartu putih telah membuat ribuan etnis Rohingya terusir dari tempat tinggal mereka. Mereka bahkan harus bertaruh nyawa demi menghindar dari aksi pembantaian dilakukan oleh pemerintah Junta Militer dan kelompok Buddha radikal di Myanmar.
Rofiq adalah salah satu kaum Rohingya bisa selamat. Kini dia hidup sebatang kara setelah kedua orang tuanya dibunuh dengan sadis. Ayah dan adiknya dibunuh dengan ditembak menggunakan senjata api. Baru kemudian ibunya dipenggal. Dia menyaksikan langsung semua peristiwa berdarah itu.
Kejadian itu nampaknya tak bakal dia lupakan. Sembari belajar bahasa di kamp pengungsian, Rofiq menceritakan kisah itu dengan menggunakan bahasa Inggris seadanya. Dia berbagi kenangan bagaimana buruknya hidup sebagai seorang Rohingya di Burma.
"Ibu saya dibunuh, Ayah dan juga adik saya ditembak dengan senjata. Saya ingin tinggal di Aceh," kata Rofiq saat berbincang di kamp pengungsian, Selasa (26/5).
Setelah semua keluarga intinya tewas di tangan militer Myanmar, Rofiq memutuskan pergi dari tanah kelahirannya. Satu-satunya alasan dia pergi supaya nyawanya bisa selamat dari pembantaian.
Rofiq mengaku ingin lebih lama tinggal di Aceh agar bisa menata kembali hidupnya yang hanya sebatang kara. Bahkan, dia mengaku enggan kembali lagi ke Myanmar.
"Saya tidak mau lagi pulang ke Burma, saya takut dibunuh," ujar Rofiq.
Rofiq juga tidak canggung memperagakan bagaimana cara tentara mengeksekusi kedua orangtua dan adiknya. Sekarang, Rofiq sedikit demi sedikit bisa tersenyum. Bebannya sedikit terangkat setelah berhasil kabur dari tanah kelahirannya, meski harus mengarungi derasnya arus ombak laut Selat Malaka selama empat bulan. Rafiq belajar bahasa Indonesia dan Inggris bersama komunitas Gema Rencong 165.
Gema Rencong 165 dipimpin oleh Ratno Sugito, sengaja memberikan bantuan kepada pengungsi Rohingya supaya bisa pulih dari trauma. Sehingga mereka bisa menjalani kehidupan dengan .
"Ini kita berikan sekolah lapangan, juga bagian dari trauma healing," kata Ratno Sugito.