Selain sanjung mesias, Gafatar tawarkan program Trisakti Soekarno
Gafatar tegas menolak kredit, karena harga yang sekian menjadi berlipat ganda sehingga mencekik warga.
Selain membawa semangat figur mesias atau satrio piningit, Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) menawarkan program Trisaksi, yang pernah diajarkan Presiden Republik Indonesia Pertama, Ir Soekarno. Program tersebut diterjemahkan dalam beberapa kegiatan yang dilaksanakan para anggota.
Budayawan asal Malang, Jawa Timur, Djati Kusumo mengaku terlibat beberapa kali di kegiatan Gafatar. Sesuai kiprah pribadinya yang menjunjung nilai-nilai budaya bangsa, Djati pun terpikat mendukung semangat Gafatar tersebut.
"Saya tanya apa itu Gafatar? Waktu itu dikatakan tujuannya ada 3, yakni melaksanakan Tri Saktinya Bung Karno. Berdaulat secara politik, Mandiri secara ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan," kata Djati Kusumo saat ditemui di padepokannya di Desa Biru, Gunungrejo, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, Selasa (12/1).
Program itu, katanya, kemudian diterjemahkan dalam beberapa kegiatan kecil di antaranya gotong royong. Mereka memiliki program pengumpulan dana yang digunakan untuk anggota yang memerlukan.
Djati mengaku tidak menemukan adanya radikalisme bahkan kecenderungan lemah lembut yang menarik banyak simpati. Tetapi memang tidak dipungkiri kalau beberapa kegiatan berlangsung tertutup.
"Mungkin taktik intern, mereka memanggil mesias dengan yang mulya. Yang hadir banyak keluarga yang menggendong anak, kawan saya juga ada. Mereka pengikut dan undangan," katanya.
Setahu Djati, Mesias saat itu tidak memberikan ajaran-ajaran kecuali Tri Sakti Bung Karno. Dia menawarkan sejumlah rencana yang memberikan semangat para kader. Karena memang saat itu disiapkan untuk pengurusan propinsi Jawa Timur.
"Tidak tahu didirikan di mana oleh siapa, tetapi Jawa timur itu yang kesekian. Karena kepengurusan Jawa Tengah sudah ada, Jawa Barat sudah ada, Yogyakarta juga sudah ada. Sumatera Utara sudah ada dan Jawa Timur malah akhir," urainya.
Tetapi setelah kegiatan itu, sudah tidak pernah ada lagi kegiatan yang bersifat konsolidasi di tingkat Jawa Timur. Kegiatan-kegiatan selanjutnya diisi bakti sosial, termasuk di Gresik dan Padepokannya.
"Secara keagamaan tidak kelihatan, yang lebih terlihat kegiatan sosialnya. Seingat saya mereka punya program mengumpulkan uang semacam arisan, dipinjamkan kepada yang membutuhkan," katanya.
Mereka tegas menolak kredit, karena harga yang sekian menjadi berlipat dan merugikan. Sehingga mereka hanya berpikir menyelesaikan kredit dan tidak akan mandiri secara ekonomi.
Djati mengaku pernah diminta ceramah di antaranya di Taman Mini Indonesia Indah sekitar Tahun 2012. Tidak lama kemudian menyusul kegiatan di Hotel di Gubeng Surabaya untuk penyiapan kepengurusan.
"Yang saya tahu, Gafatar sebagai salah satu kelompok bangsa Indonesia. Kalau secara struktural saya tidak ada kaitannya. Padepokan ini saya peruntukkan untuk siapa saja, generasi muda yang mau menggembleng dirinya," katanya.
Djati yang penganut Kejawen ini mengaku tidak melihat kesesatan dalam Gafatar. Baginya orang sesat adalah orang yang mengaku bagian dari bangsa Indonesia tetapi mengkhianati nilai-nilai luhur bangsanya.
"Saya tidak tahu, karena diundang ceramah, secara organisasi tidak ada kaitannya. Kalau ada kelirunya saya memberi masukan saja," katanya.