Selesaikan kasus Gafatar, pemerintah diminta pakai cara dialog
"Rekomendasi HAM itu moral. Di atas hukum."
Maraknya isu Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) yang disebut-sebut sebagai kelompok aliran sesat semakin menyeruak. Meskipun terjadi penolakan di beberapa tempat, bahkan masyarakat tak segan melakukan pengusiran kepada pengikut organisasi ini, namun tetap saja kelompok ini tetap mencuat keberadaannya yang dinilai mengkhawatirkan.
Ketua Komnas HAM, Nurkholis mengatakan bahwa kasus Gafatar ini harus diberikan ruang dialog. Menurutnya, soal keyakinan, model lama penyelesaian tidak cukup hanya hukum semata.
"Terkait dengan keyakinan, yang paling penting adalah melakukan dialog, negara menjamin kebebasan hukum dalam dialog. Salah satu cara paling efektif yaitu dialog," kata Nurkholis dalam diskusi di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (23/1).
Pihaknya menegaskan tidak akan mengeluarkan rekomendasi apapun terhadap masalah ini. Sebab, dia merasa rekomendasi HAM nilainya di atas hukum.
"Rekomendasi HAM itu moral. Di atas hukum. Bila di negara maju akan malu melakukan rekomendasi itu," ujarnya.
"Ini bukan kasus pertama, bangsa kita kurang belajar dari kasus-kasus terdahulu yang terus berulang-ulang seperti kasus ini. Saya harap kasus ini keluar dengan solusi yang baik. Kasus Gafatar serasa dejavu tanpa ada ujung penyelesaian," tambahnya.
Selain Nurkholis, diskusi itu juga dihadiri Wakil Koordinator KontraS Puri Kencana Putri, Ahli Antropologi Politik Dr. Amich Alhumami dan Komisi III DPR Taufik.
Sedangkan Amich menuturkan Gafatar sebagai gerakan religius politik yang menciptakan masalah, terutama cara organisasi ini merekrut anggota. Ada peran dimensi HAM dalam masalah ini. Sebab, kelompok itu memaksa para anggotanya melepas keluarga. Misalnya, seorang ibu yang ingin bertemu anaknya, dan itu adalah kewajiban harus ditangani oleh pemerintah dan hal itu juga merupakan sila kedua pancasila. "Terbuka pandangan kita dengan aksi Gafatar ini dengan menjadikan fungsi mediator," ujar Amich.
Pihak KontraS justru merasa kasus Gafatar harus segera diselesaikan. Mereka mencatat banyak kekerasan dialami para anggota Gafatar. Maka itu, perlu adanya upaya mediasi dalam menyelesaikan masalah ini.
"Upaya mediasi itu penting. Ada kekerasan yang dialami oleh Gafatar di beberapa daerah. Seperti di Aceh yang melakukan aktivitas sosial yang kontraproduktif. Gorontalo tahun 2013, yang melakukan aksi donor darah sedangkan polisi hanya diam," ungkap Puri.
Dia menambahkan, penegakan hukum juga sangat penting. Pasca NII, Al Zaitun, pihaknya merasa masyarakat kini tengah mengalami paranoid. Sebab, banyak orang yang merasa takut untuk membuka jati dirinya terkait Gafatar yang telah masuk dalam lingkungannya.